Thursday, May 22, 2008

the making of food traveler

Sebelumnya blog yang terkatung-katung tanpa nasib tidak jelas ini berjudul bidadari badung. Kenapa bidadari badung? Sederhana aja menurut bahasa Jawa, nama tengah gw yaitu Hapsari berarti bidadari. yeah apa boleh buat, nyokap gw mengharamkan gw mengganti nama. Tapi bidadari ngga cocok dengan penggambaran karakter gw. Jadi, supaya lebih sesuai dengan karakter gw, maka gw wajib menambahkan kata badung di sampingnya. maka jadilah si bidadari badung blog. Sayangnya, gw tidak punya cukup waktu untuk ngeblog ria karena tekanan pekerjaan sebagai wanita karier..(ini jelas-jelas penggambaran yang berley bin lebay).

Gw baru bisa menulis blog saat gw kembali ke identitas asli gw sebagai words junkie. Di media baru ini gw diminta buat bikin edisi kuliner. Mungkin karena oom kumis (yang sekarang tidak lagi berkumis) melihat gw selalu mupeng dengan makanan enak dan juga karena postur gw yang extra mungil dan selalu heboh kalau ngomongin soal makanan. Maka jadilah gw pengelana mencari makanan-makanan enak. Yah sedikit seperti Anthony Bourdain getho deh. Selama penjelajahan gw ke tempat-tempat makan ini gw selalu ditemani dengan team gelo nan edan yang membuat perjalanan ini menjadi sesuatu yang menyenangkan dan memorable dan rasanya wajib untuk dituangkan ke dalam sebuah blog. Jadi suatu hari kalau gw mulai merasa bosan dan jenuh gw bisa membaca blog ini dan mengenang kembali how fun the journey was.

So.....inilah awal the food traveler blog. Kalau foto di bannernya gw malah bawa gitar dan bukannya bawa baki itu semata-mata karena foto itu satu-satunya yang ada di komputer imel dan karena imel yang membuat banner itu, maka foto itu yang dipake. Fani, si gadis berjilbab yang sangat menikmati makan menyarankan agar blog ini akan lucu jika diberi nama ksatria bergitar blogspot. well.....mungkin kalau gw akhirnya menikah dengan David Cook, blog ini akan gw rubah menjadi Ksatria Bergitar Blogspot. Eniwei.....this is my journey.

Wednesday, May 21, 2008

Spiderwoman

Setelah basah oleh keringat, menghirup bau-bauan tidak jelas, duduk berdampingan dengan ayam dan kambing, akhirnya gw sampai juga di Phom Penh. Sampai di penginapan gw cuma pengen mandi dan ganti baju dan memulai acara jalan-jalan dan berbaur dengan orang lokal. Hari pertama gw diajak makan ke sebuah resto lokal. Don't look down, itu pesen temen saya yang asli orang Kamboja. Tapi dasar darah Indonesia sangat kental, dilarang, saya justru penasaran untuk melihat ke bawah. Senyum saya hilang melihat di bawah meja penuh dengan tissue bekas makan dan tulang-tulang ayam yang bercampur dengan berbagai macam kotoran yang membuat napsu makan saya hilang lenyap walaupun perut saya sudah menjerit-jerit kelaparan setelah terjebak di bis sumpek selama 7 jam. Alhasil, teman saya harus membujuk saya agar mau makan. Akhirnya kelaparan mengalahkan keegoan dan gaya sok iyeh saya. Saya pun melahap ayam yang dimasak hijau itu dengan lahap. Saya lupa tuh kalau di bawah meja kami berceceran kotoran-kotoran yang tidak enak dipandang mata. Menurut teman saya itu, orang Kamboja memang punya kebiasaan membuang makanan kotor dan bekas-bekas tissue ke bawah meja.

Well saya pikir warung makan di kantor saya udah yang paling alakadarnya. Ternyata di Phom Penh ada warung yang lebih edan lagi. Terlepas dari kejorokan itu, makanannya top banget. Untuk pencuci mulut teman saya membawa durian berwarna kuning dengan daging yang tebal. Setelah kenyang, kami nongkrong di pinggir jalan sambil ngobrol-ngobrol soal perkembangan Kamboja belakangan ini, diiringi dengan musik dangdut Khmer yang lucu banget kedengerannya. Ada juga sih orang lokal yang jejogedan dengan lagu aneh itu. Gw sih ketawa ketiwi aja ngeliatin gaya yang aneh itu. Nggak lama ada ibu-ibu yang jualan ngebawa tampah dan dia ngomong sama temen gw itu dengan bahasa Khmer yang kedengerannya seperti ratusan lebah yang mau menyerang orang. Temen gw melihat ke arah gw dengan muka antusias. "Do u want to try the real taste of Cambodia?"

"What do u mean by real taste of Cambodia?" gw balik tanya. Gw langsung loncat dari kursi pas temen gw itu menunjukkan kudapan khas Kamboja. Belalang, laba-laba, kecoa dan kaki seribu. What the hell????????????????????????????? Makan Belalang jelas gw nggak mau karena gw kan bukan Yohanes Pembaptis. Makan kecoa? Wah edan loe ya? Tiap ngeliat kecoa aja gw bawaannya mau ngebunuh kok. Masak gw makan. Lagian loe tau dong kecoa mainnya di mana? Yaikssssss. Kaki seribu juga nggak mungkin gw sentuh. Ngeliatnya aja gw pengen ambil langkah seribu alias lari tunggang langgang. Jadi satu-satunya pilihan buat gw cuma si Spider itu. Nggak ada pilihan lain buat gw. Sebagai pendatang, saya wajib melakukan ini. Mencoba makanan khas. Aduh kok jadi kayak ikutan fear factor ya. Melihat wajah gw yang pucat pasi dan depresi temen gw berusaha membesarkan hati. "Spider taste so good u know. Almost like chicken," ucap temen gw itu berusaha meyakinkan. Setelah menarik nafas panjang gw mengambil spider itu dari tampah dan memotong bagian kaki dan kepala, sesuai dengan petunjuk teman gw itu. Menurut dia, bagian perutnya yang monthok itu adalah bagaian terenak.

Dengan memejamkan mata, gw menggigit perut laba-laba itu dengan cepat. Gw merasa ada sedikit cairan yang keluar dan gw berusaha buat tidak merasakan apa-apa dan menekan gigi gue semakin dalam sampai memotong bagian perut laba-laba dan langsung mengunyah dengan cepat. Guess what? I kind of like the taste of the spider. Rasanya gurih dan lembut. Ngga amis dan teman saya itu benar. Rasanya seperti ayam, jauh lebih enak dari ayam malah. Malam itu saya menghabiskan dua ekor laba-laba dan saya pun ditahbiskan sebagai Spiderwoman. Hey, Stan Lee.....when u are going to make a movie about me? Gila loe, masak loe nggak mau memfilmkan wanita yang mengakhiri hidup tokoh superhero kesayangan loe si Spiderman yang ternyata cuma segitu aja? Spiderman....nggak takut ah. Saya makan dua!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!