Tuesday, November 30, 2010

Battle of Nasi Lemak

Kalau ada satu makanan yang melambangkan kuliner Malaysia, Nasi Lemak lah yang bakal masuk ke urutan pertama. Setiap orang yang berkunjung ke Malaysia pasti pernah mencicipi menu ini, paling sedikit sekali. Teman saya menyebutnya sebagai nasi uduk gaya Melayu. Mungkin karena nasinya sama-sama gurih. Selama hampir empat tahun pacaran dengan orang Malaysia (sumpah, ini bukan curhat colongan tersembunyi), saya sudah mencoba berbagai macam Nasi Lemak. Mulai yang dijual di kaki lima sampai yang ada di restoran. Secara pribadi, sekali lagi ini pendapat pribadi, saya tidak terlalu suka dengan menu yang satu ini. Bukan karena tidak enak. Tapi karena kebanyakan lauk. Jadi bingung mau makan yang mana dulu. Mau konsentrasi dengan yang mana. Satu porsi nasi lemak biasanya terdiri dari telur goreng atau telur bulat bumbu pedas, sambal goreng teri, ayam goreng atau ayam kari dan rendang dan sambal terasi. Nah loh, kalau udah sebanyak begini, mau makan yang mana dulu pasti bingung kan? Seringkali berakhir dengan kenyang sebelum mulai makan. ha ha ha. Tapi lebih sering lagi, terpaksa tambah nasi dengan alasan lauk masih ada dan tambah lauk karena nasi masih sisa. Hahahaha. Ini mah, rakus namanya bukan?

Eniwei busway, buat yang sering komplain nasi lemak itu nggak enak, bagaimana kalau Anda datang ke pusat pertarungan Nasi Lemak terdahsyat di Kampung Baru, Kuala Lumpur. Kawasan ini bisa dibilang sebagai kawasan kuliner. Banyak tempat makan enak dan legendaris di sini dan juga tempat lahirnya dua mereka Nasi Lemak paling populer di Malaysia, Nasi Lemak Antar Bangsa dan Nasi Lemak Mak Wanjor. Berdasarkan popularitas, Nasi Lemak Antar Bangsa lebih populer dan maju karena sudah membuka cabang di mana-mana. Restorannya yang bergaya eksklusif dengan AC dan wifi juga ada. Walaupun pusatnya masih ada di Kampung Baru dengan tempat yang lebih sederhana. Tapi kalau urusan pioner, Mak Wanjor inilah juaranya. Mak Wanjor almarhumah mulai berjualan nasi lemak sejak 1960-an. Menurut cerita dari mantu Mak Wanjor yang kini mengelola usaha ini, ada hubungan antara Mak Wanjor dengan pemilik Nasi Lemak Antar Bangsa. Konon kabarnya, pemilik Nasi Lemak Antar Bangsa pernah berguru pada Mak Wanjor dan kemudian setelah mendapat ilmu, sang murid membuka warung sendiri. Meski terlihat lebih sukses, Mak Wanjor tidak kehilangan pesonanya. Paling tidak Sultan Brunei masih tetap jadi pelanggan setianya. Setiap berkunjung ke Kuala Lumpur, Sultan Halsonal Bolkiah selalu mengutus ajudannya untuk membawa nasi lemak. "Rasa kami tidak befrubah. Sultan Brunei paling suka dengan sambalnya. Rasa sambal di sini lebih manis," ungkap mantu Mak Wanjor. Memang benar, sambal di sini tidak pedas, lebih cenderung manis pedas. Berbeda dengan sambal di Nasi Lemak Antar Bangsa yang cenderung lebih pedas.

Segi rasa, sedikit sulit dibedakan. Rasanya hampir sama. Menu yang disajikan pun mirip-mirip. Perbedaan mencolok memang pada sambalnya. Terlepas dari popularitas dan pioner, secara personal kok saya lebih suka dengan Nasi Lemak Raja Abdullah, yang berada di jalan Raja Abdullah, masih di kawasan Kampung Baru juga. Warung ini usianya lebih muda dibanding dua pendahulunya, tapi menurut saya rasanya justru paling enak. Apalagi paru gorengnya. Renyah dan gurih. Menu yang paling cepat habis. Mulai jam 7 pagi, warung nasi lemak ini sudah pasti penuh orang. Siap-siap antre deh kalau mau makan di sini.

Jajanan Dong Dae Mun



Selama tiga minggu berada di Seoul, saya menginap di hotel bergaya apartemen minimalis Coop Residence di kawasan Dong Dae Mun, salah satu pusat belanja paling besar di Seoul. Lokasi penginapan ini sangat strategis. Lima menit dari stasiun MRT dan pusat perbelanjaan Doosan, Migliore dan APM. Saya jatuh cinta dengan kawasan Dong Dae Mun dengan hiruk pikuknya di siang dan terutama malam hari. Teman bermain yang paling menyenangkan buat saya hobi jajan dan belanja. Di sini, outlet Face Shop dan Body Shop dibangun bersebelahan. Tidak jauh ada Skin Food dan Missha dan Etude, tiga merek kosmetik yang cukup populer di Korea. Harga bersaing dan masing-masing toko menawarkan hadiah yang membuat tukang belanja kumatan kayak saya ngiler. Siapa yang nggak senang belanja lipgloss dikasih hadiah perawatan wajah sachet yang bisa dipake 2-3 hari. Makin besar jumlah belanjaan, makin banyak hadiah. Beberapa hadiahnya saya jadikan oleh-oleh dan diterima dengan sukacita oleh teman-teman. Dan tidak satu pun dari mereka yang tau kalau itu adalah barang hadiah. Ha ha ha. Soal harga juga bikin muka sumringah. Lipstick, lipgloss dan mascara harganya bisa setengah dari bandrol yang ada di Jakarta. Siapa yang tidak panik melihatnya. Biasa beli lipstick seharga 80 ribu, di sini hanya 40 ribu rupiah saja. Wajar kalau 1/4 uang saku saya akhirnyaq habis untuk membeli perlengkapan make up.

Tapi belanja make up bukan alasan utama saya menulis blog ini. Walaupun belanja make up di Dong Dae Mun menyenangkan, saya lebih tertarik dengan makanan. Well, nggak usah terlalu heran lah. For me, traveling is about eating. Dan di Dong Dae Mun inilah, perjalanan saya menjelajah street food Korea dimulai. Sore hari, bibir jalan di kawasan Dong Dae Mun dipenuhi dengan pedagang kaki lima. Di sini saya kenal makanan seperti Japchae, Mandu, Toppoki (ini jajanan favorit saya) dan jajanan yang ditusuk seperti sate. Ada cumi goreng tepung, sosis, ada sosis bungkus roti dan french fries yang super enak dan bulgogi. Makanan ini yang menemani malam-malam yang saya habiskan di depan mal APM sambil menonton anak-anak muda yang lomba dance atau nyanyi dengan harapan suatu saat bisa sesukses Shinhwa, Super Junior atau 2 PM. Selain enak, jajanan kaki lima ini top banget karena harganya yang murah. Rata-rata hanya 10 ribu rupiah saja. Ukurannya pun besar banget sampai bisa jadi pengganti makan malam. Murah, enak dan mengenyangkan. Kombinasi favorit tukang jajan seperti saya. Karena saat itu masih musim dingin, makanan yang hangat ini mampu membantu melawan dingin. Love those carbs. Ha ha ha ha. Tapi, buat yang tidak bisa makan babi kudu hati-hati. Hampir semua sosis yang dijual di kedai kaki lima, terbuat dari daging babi. Bahkan ketika saya belanja ke supermarket terbesar di Korea pun, tidak ada sosis sapi. Yang ada hanya sosis babi dengan varian yang banyak sekali. Dan semuanya enak. Eh, jadi ngelantur, tapi terusin aja dulu. Di Korea, kalau kita belanja ke supermarket, hampir semua jenis makanan ada tester-nya. Jadi bisa icip-icip. Lumayan lah, kalau keliling dua kali nggak perlu makan siang kan? Ha ha ha ha.

Kembali ke topik jajanan Dong Dae Mun, toppoki masuk dalam daftar must try food. Makanan ini terbuat dari tepung berasa dan teksturnya kenyal yang dimasak dengan saus Korea yang pedas. Yummy. Ada beberapa pedagang yang menjual toppoki dengan saus yang tidak terlalu pedas. Tapi saya lebih suka yang pedas. Lebih nendang dan nggigit. Karena jajannya di kaki lima, saat beli, toppoki dimasukkan ke dalam wadah plastik dengan garpu plastik. Saya biasanya menggabungkan toppoki dengan cumi goreng atau bakar. Gimana ya, sebagai meat lover, kalau cuma makan karbohidrat tanpa ada tambahan daging rasanya kurang afdol. But thats me. Without any meat, toppoki sih enak-enak aja. Mau buat sendiri juga nggak susah. Saya membeli beberapa bungkus toppoki untuk dibawa pulang. Saya tinggal memasukkan potongan toppoki ke dalam air mendidih dan biarkan sampai matang, setelah itu diangkat dan m asukkan dengan saus yang sudah dipanaskan. Tinggal sajikan sambil nonton drama Korea. Otuke...otuke..otuke, Opa...Sarange.

*Jadi kangen pengen ke Dong Dae Mun lagi. Apalagi pas ke Singapur ketemu jajanan khas Dong Dae Mun di basement 2 menuju MRT station di Plaza Singapura*

Thursday, November 25, 2010

Kopi Tiam




Ngopi yuk! Siapa sih yang nggak pernah mendapat ajakan menghirup cairan dari biji kopi yang langsung membangunkan semua syaraf dalam tubuh untuk bergerak ini. Ngopi jadi kebutuhan. Ketemuan dengan klien atau meeting dengan bos kadang dilakukan di kedai kopi. Sebagai peminum kopi, saya sangat menikmati kalau ada ajakan ngopi. Kadang dalam sehari bisa ngopi dua sampai tiga gelas kopi. Buat saya itu bukan masalah. Hanya waktu tidur saya saja yang harus mundur menunggu pudarnya reaksi kafein dalam tubuh. Meskipun pecinta kopi, saya tidak terlalu suka ngopi di kedai kopi internasional yang punya cabang bejibun. Saya tidak bilang kopi yang mereka sajikan tidak enak. Tapi saya merasa hentakan kopinya kurang nendang. Rasa susu atau campuran rasa lainnya lebih kentara ketimbang kopinya sendiri. It's a cup of coffee, I believe that the coffee should be the HERO and not the other way around. Karena alasan inilah saya lebih suka ngopi di kedai kopi yang lebih pas disebut sebagai Kopi Tiam.

Kopi Tiam pada dasarnya merupakan tempat ngopi yang biasa dijadikan tempat sarapan masyarakat Malaysia dan Singapura. Sebuah kedai bisa disebut sebagai Kopi Tiam kalau menyajikan kopi O atau kopi hitam dalam menunya. Dalam perkembangannya Kopi Tiam tidak hanya menyajikan kopi O atau Kopi C (kopi susu) tapi juga toast. Ada dua jenis toast yang sangat kental dengan sejarah kedai koipi di Malaysia dan Singapura. Kaya dan Kacang. Telur setengah matang pun kemudian masuk melengkapi menu yang ada di Kopi Tiam. Biasanya Kopi Tiam di Malaysia dan Singapura sudah mulai beroperasi pukul 6 pagi. Para pekerja keluar dari rumah untuk sarapan singkat di kedai kopi. Tetua menghabiskan waktu di Kopi Tiam untuk membaca buku atau membicarakan masa lalu.

Sebagian besar orang Indonesia yang sering datang ke Singapura pasti mengenal Ya Kun Kaya Toast. Salah satu kedai kopi atau Kopi Tiam yang terkenal di sana. Jumlah outletnya sudah tidak terhitung lagi dan mengklaim diri sebagai pelopor Kopi Tiam. Klaim ini boleh saja. Karena kopi tiam yang beroperasi sejak 1944 ini merupakan kopi tiam yang melakukan ekspansi besar-besaran sehingga membuat persaingan di bisnis kedai kopi di Singapura makin berkembang. Keunikan Ya Kun Kaya buat saya terletak dari rotinya yang di toast kering dengan olesan sarikaya yang manis dan gurihnya pas. Jujur, selai sarikaya di kopi tiam ini memang jempolan. Sedikit sulit dicari tandingannya. Atau paling tidak, di antara kedai kopi yang bergaya eksklusif yang sudah dikelola secara modern, Ya Kun Kaya Toast masih dibilang terbaik. Tapi kalau bicara rasa, saya merasa lebih suka dengan sebuah kopi tiam di kawasan East Coast. Tempatnya sederhana dan sebagian besar yang datang ke sini adalah penduduk lokal yang sudah tinggal puluhan tahun. Kedai kopi ini buka sejak awal tahun 1900-an. Dikelola secara tradisional turun temurun. Yang paling saya suka, alat minum yang digunakan masih menggunakan cangkir keramik. Takaran kopi dan susunya pas. Dijamin langsung melek begitu menghirup kopinya. Toast-nya juga mantap. Selai kayanya lembut dan manis. Potongan margarin membuat rasanya makin ok. Warung boleh sederhana. Tapi untuk rasa, sangat jauh dari kata sederhana. Kaya rasa dan sejarah. Tempat yang menurut saya paling pas untuk menggambarkan sebuah Kopi Tiam yang sebenarnya. Kedai kopi tempat sarapan yang sudah merekat kuat dalam kehidupan masyarakat Singapura.

Selain Malaysia, tradisi ngopi di Kopi Tiam juga merambah Indonesia. Jauh sebelum tempat ngopi memberi label usaha mereka dengan embel-embel Kopi Tiam, bentuk kedai kopi khas Singapura ini pertama merambah ke Medan. Dari kota ini, Kopi Tiam mulai tumbuh di kota lain. Di Bandung, kopi tiam pertama muncul pada 1920-an. Menu yang disediakan sedikit beda dibandingkan dengan kopi tiam di Singapura. Di sini, menu andalannya toast gula palem yang jadul banget. Buat para meat lover ada roti dadar ham. Ini tidak halal ya. Kopi masih menggunakan cangkir, walaupun bukan cangkir keramik jadul seperti yang di Singapura. Kopi di sini menggunakan kopi pabrikan Aroma yang berjarak beberapa meter saja. Ruangan restoran dan interorior serta furniturnya masih jadul. Jadi nuansa masa lalu dan kuno masih terjaga kuat. Kedai ini sudah buka sejak jam 7 pagi. Kopi Purnama sekarang dikelola oleh generasi ketiga yang memberikan warna yang berbeda pada varian menu yang disajikan. Selain roti ada bakmoy dan masakan lainnya. Jadi sarapan dengan makanan besar dan nasi yang Indonesia banget juga bisa dilakukan.

Sama jadulnya dengan Kopi Purnama, di Jakarta ada kedai Tak Kie yang juga sudah dikelola generasi ketiga. Kopi Tiam yang sudah berdiri sejak awal 1900-an di kawasan Gloria, Jakarta Barat ini mulai buka sejak jam 6 pagi. Kopi tidak disajikan dalam cangkir keramik atau porselain melainkan gelas kaca berukuran besar. Ada kopi O atau kopi hitam dan kopi susu. Jenis susu yang digunakan pun masih dari merek jadul. Saya selalu teringat kopi buatan nenek saat menghirup kopi di sini. Dan saya suka suasana pecinan yang hiruk pikuk. Melihat engkong dengan kaos singlet dan celana pendek menghirup kopi sambil membaca koran atau ngobrol dengan temannya. Ada juga yang main mahjong. Tanpa uang pastinya. Sekedar membuat waktu bersama teman-teman seusianya. Selain kopi, saya suka sarapan nasi campur atau mie yang sudah ada sejak dikelola generasi kedua. Generasi kedua yang usianya sudah memasuki 70 tahun ini masih masak dan tubuhnya terlihat masih sehat. Jam 12-an, Tak Kie sudah tutup. Jadi kalau mau ngopi ya harus datang pagi.

Kopi Tiam yang terbaru ya Kopi Tiam Oey yang dimiliki Bondan Winarno. Saya kagum dengan kecintaan Pak Bondan pada makanan dan sejarahnya. Kopi Tiam Oey membawa suasana kopi tiam jadul dengan poster-poster jadul dan furnitur yang sangat kopi tiam. Sehingga mau tidak mau siapa pun yang masuk akan merasa masuk kembali ke masa lalu. Pecinta kopi pasti menikmati keberadaan kopi tiam. Saya suka dengan Vietnam Coffee yang menurut saya dikomposisi dengan sempurna. Saya seperti merasakan minum kopi di pinggiran jalan di Ho Chi Minh City. Kuat, kental dan manisnya pas. Love it. Menu makanan di sini sangat banyak. Mulai dari roti, roti cane sampai nasi.




Bandung
Kopi Purnama
Jl. Alkateri No. 22

Jakarta
Kopi Tiam Oey
Jl. Agus Salim No. 18
T : 021 3924475

Kedai Kopi Tak Kie
Gloria, Glodok
Jakarta Barat

Monday, November 1, 2010

Menikmati Hidangan Italia di Pantai Kuta Selatan

People will envy you when you are in Envy. Hangout place yang tengah happening di kawasan Jalan Wana Segara,Tuban. Tempat memadukan rangkaian menu kuliner yang menerbitkan selera serta hiburan khas eksekutif muda berlatar belakang keindahan pantai Selatan Kuta. Bagi yang suka suasana romantis, bisa memilih area di pinggir pantai ditemani serangkaian cocktail, pizza atau serangkaian finger foods pilihan sambil berleha-leha di atas sofa cabanas nyaman yang menghadap ke laut. Segelas Mojito dan Espresso Martini menjadi favorit saya. Kesegaran mojito bercampur biji markisa terasa segar disesap di sore hari. Sementara Espresso Martini membuat mata langsung melek. Pekat rasa espresso mengimbangi martini. Sulit bagi saya untuk meletakkan minuman ini setelah tegukkan pertama. Sebatang tebu dimasukkan ke dalam gelas sebagai pengaduk dan diakhir tegukan, ggigit dan serap manisnya tebu. What a perfect ending.

Sebagai pecinta sunset, saya sangat menikmati bersantai sambil menikmati musik yang mengundang tubuh bergoyang, bisa memilih area bar. Alunan musik pilihan DJ Aan memberi irama yang memeriahkan suasana sore dan malam di pinggir pantai. Menjelang malam, area bar dan taman lokasi yang sempurna untuk menyantap makan malam dengan makanan khas Italia yang diracik chef Christfian Surjanto yang menimba ilmu di Alma Cooking School. Pizza-nya is so delicious. Kulit pizza yang tipis dan renyah dengan topping yang kental dengan citarasa Italia terlalu sayang untuk dilewatkan. Teman saya yang tidak kenyang hanya dengan tiga potong pizza lebih memilih makan steak. Well, in this resto, the steak is just delicious and juicy. My medium rare steak is just perfecto. Delicioso.

Envy

Holiday Inn Resort Baruna Bali

Jalan Wana Segara No.33

Kuta Selatan

Telp : (0361) 752 527

Buka : 11.00-24.00

Harga : Rp.30.000-Rp.250.000