Friday, February 19, 2010

Terjerat Ikan Buntel dan Keripik Sukun Pulau Tidung











Pulau Tidung belakangan ini popular sekali. Banyak yang penasaran karena promosi gencar dari komunitas wisata yang menyebut pulau ini sebagai paradise on earth. Enggak sepenuhnya salah juga sih. Pulau Tidung memang indah (terlepas dari transportasi menuju ke pulau ini yang menggunakan kapal nelayan dan berlayar dari muara angke yang bau amis dan banyak preman). Jika udara bagus, perjalanan akan terasa sangat menyenangkan. Tapi kalau mendung atau hujan seperti saat gw berangkat ke sana, it's like a never ending journey. Kapal kecil yang menampung 30-50 orang ini akan bergoyang hebat seperti kora-kora. Karena gw selalu menyerah dan tersungkur tak berdaya setiap kali naik kora kora, perjalanan ke Tidung gw lewatkan dengan tidur dengan perut seperti blender dengan isi yang kepenuhan. Mabok parah tepatnya. Setelah tepar selama dua jam di penginapan Lima Saudara, gw baru bisa menikmati udara kampung Pulau Tidung yang nyaman dan tenang. Apalagi setelah minum teh manis panas dari katering Pak Wardi. Cara paling enak menikmati Pulau Tidung adalah dengan naik sepeda. Di dekat penginapan banyak yang menyediakan jasa penyewaan sepeda dengan harga 15 ribu rupiah per sepeda per harinya. Tapi sebelum memilih sepeda, coba dulu. Cari yang paling nyaman. Pastikan rem tangan berfungsi dengan baik. Soalnya temen gw pernah ambil sembarang sepeda yang ternyata nggak ada remnya. Alhasil dia nyeruduk segerombolan anak-anak trus jatuh. Sakitnya sih nggak seberapa. tapi malunya itu lho. Secara langsung jadi tontonan dan dikerubungin orang. Apalagi dari baju dan kelakuan, keliatan banget kalau kami pendatang.

Jembatan yang menghubungkan pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil menjadi obyek wisata yang paling seru. Jembatan kayu yang membentang sepanjang kurang lebih satu kilometer ini spot yang paling cocok buat para banci foto untuk mengabadikan moment nista sebanyak-bayaknya. Selain itu, menunggu sunset sambil berbaring males-malesan di tengah jembatan juga enak. Berasa seperti pemilik pulau. Buat yang jago berenang dan merasa keturunan Denny Manusia Ikan, boleh deh snorkeling di sekeliling jembatan. Belakangan ini, jembatan di pulau Tidung yang kira-kira setinggi 7 meter dari permukaan air ini dijadikan sebagai lokasi loncat indah alias rame-rame nyebur ke laut dari atas jembatan. Buat adu nyali sih lumayan seru. Pastikan posisi kaki rapat dan tangan ke atas. Posisi ini membuat landing jadi aman. Badan nggak membentur air dan membuat seperti ditampar 30 orang bersama-sama.

Dulu, pertamakali berkunjung ke pulau Tidung, kawasan sekitar jembatan ini masih sepi. Belum banyak rombongan pengendara sepeda yang berkeliling pulau. Tapi waktu kembali ke Pulau Tidung sekitar bulan Juli lalu, pulau Tidung sudah ramai dengan pengunjung. Beberapa operatore wisata menyewa kapal nelayan. Kurang lebih ada 500 orang yang berlabuh di pulau Tidung hari itu. Pulau kecil ini pun penuh sesak dengan pengunjung. Kawasan di sekitar jembatan yang menghubungkan pulau Tidung besar dan Pulau Tidung kecil sudah dipenuhi warung tenda yang menjajakan bakso, kopi, dan jajanan lainnya. Ukuran baksonya sekepalan tangan dan ada isi telur atau urat. Rasanya sih standar aja. Tapi kalau abis main air, lumayan bikin anget perut. Tapi pelayanannya rada lama dan kalau nggak ditungguin, pesenan kemungkinan besar nggak bakalan nyampe. Ada yang unik.Di salah satu warung bakso, ada pelayan yang mengingatkan kami pada Angelina Jolie. Well, kalian pasti tahulah kalau bertemu dengannya.

Karena tukang makan, saya merasa perlu untuk menemukan makanan khas suatu daerah. Dan di pulau Tidung, saya terpesona dengan Ikan Buntel yang dibuat oleh istrinya pak Wardi, salah satu penyedia katering di pulau Tidung. Ikan Buntel ini sebenarnya sih ikan tongkol isi. Artinya daging dikeluarkan tanpa merusak kulit luar ikan. Isi dicincang dan diberi bumbu kemudia dimasukkan kembali dan digoreng. Hampir sama seperti ayam kodok. Dimakan pakai nasi panas dan sambel, rasanya mantapppppppppppppppppppppppppppppp. (Saya jadi ngeces lagi saat nulis sambil ngebayangin ikan buntel itu. dyemmmmmm). Jadi make sure kalau sampai di Tidung, minta kateringnya menyediakan ikan goreng atau cumi goreng. Jangan mau kalau dikasih ayam terus. Ikan di Tidung segar dan rasanya beda deh dengan yang ada di mainland. Halahhhh mainland.

Makanan lain yang bikin nagih, keripik sukun. Kering, renyah dan gurih. Harganya juga nggak trerlalu mahal. Satu plastik sekitar 5-8 ribu rupiah dan hari itu kami bawa satu kardus. Makan sukun ini nggak bisa berhenti. Baru bisa berhenti kalau kena tampar. Harus banget nyobain. Dan kalau kebetulan nyewa kapal untuk snorkeling, minta mampir ke pulau Payung yang cuma berjarak beberapa menit dari pulau Tidung. Di pulau berpenghuni 50 kk ini ibu2nya jualan keripik sukun. Ada juga udang macan. Udangnya bergaris-garis kayak macan dan punya capit yang tajam. Rada mirip kepiting. Bentuk udangnya gepeng. Tapi sumpah, digoreng biasa aja rasanya enak.

Well, in the end, kalau bicara soal pulau Tidung, memori saya tertambat pada Ikan Buntel dan Keripik Sukun.