Thursday, December 29, 2011

Steamboat for Soul and Chicken Wings To DIE For

Untuk kedua kalinya, the mentally challenged family goes to Singapok. Kali ini tujuannya nonton Wicked. Dari Jakarta seperti biasanya, mamah teteh bede udah bikin itinerary. Apalagi yang ada hubungannya dengan makan. "Pokoknya kita harus makan cockle (kerang dara) di Newton. Harus dan wajib. Abis itu kita makan Steamboat di deket ABC," titah mamah teteh dengan tegas. Kalau urusan cockle dan Newton, gw mengaku pasrah. Ngikut aja deh daripada benjul. Bener-bener udah nggak ada pilihan lain. Secara Newton gt lho. Makanannya lebih mahal dari foodcourt lain di Singapok dan makanannya biasa ajah. Tapi mamah teteh bede tetep bilang "this is the best cockle in town. Sambalnya itu lho. Enak banget!"

Ya udah sih...daripada kualat sama orang tua, urusan cockle dan Newton, gw ngikut ajah. Tapi untuk itinerary kedua, yaitu Steamboat di deket ABC, gw penasaran banget dan pengen banget membuktikan kelezatannya. Trip pertama cuma mamah teteh bede dan tangte linong plus dia yang namanya tak boleh disebut yang makan di sana. Dan mamah teteh bede plus tangte linong nggak berenti ngoceh soal kelezatan steamboat dan chicken wingsnya. Gw sempet nyicipin chicken wings sisa yang mereka bawa. Walaupun udah dingin dan lepek seperti rambut abis pake helem seharian, tapi rasanya enak. Kebayang kan kalau masih fresh. Pasti yummy banget tuh.

Pulang nonton Wicked, kami meluncurlah kesana. Dengan mamah teteh bede sebagai penunjuk jalan. Jujur...Jujur ini lhoooo. Gw nggak yakin dengan sense of direction mamah teteh bede yang kacau. Bener ajah. Janjian di Masjid Sultan aja doi udah keliatan keder. Dari depan masjid Sultan kami jalan ke arah perematan jalan Sultan. Menjauh dari Arab Street. Dalam keadaan sangat lapar sekali sungguh, perjalanan itu terasa berat. Apalagi ditambah dengan kepanikan Mamah teteh bede yang nggak yakin restorannya buka. "Kalau tutup gimana yah?". Langsung dong muka-muka lapar bin gahar tampak. Untungnya sampai di sana, restoran itu buka dan kami memilih bangku yang berada di pinggir jalan. Lima orang kelaparan memang sangat mengerikan kalau disuruh mesen makanan.

Urusan pesan memesan, lagi-lagi mamah teteh bede yang ambil alih (secara dia ngerasa udah pakar, soalnya dah pernah makan di situ sebelumnya). Pilihan jatuh ke steamboat, chicken wings dan tambahan kangkung balacan, oyster omellete khusus buat mbak xanaxwati dan bihun goreng pesanan neng diniwati yang sudah mau pengsan kelaparan karena seharian belum makan plus 5 nasi.

Begitu menu keluar, langsung penuhlah meja kami, sampai-sampai pelayannya pun kebingungan mau ditaro di mana kah makanan2 itu? Saking meja sudah penuh sesak dan kami sibuk makan karena sudah mau mati kelaparan. Lima perempuan dengan meja penuh makanan di pinggir jalan pasti dong menarik perhatian orang. Setiap orang yang lewat di trotoar pasti ngeliat kearah meja kami dan mengernyit. Bisa dibayangkan apa yang ada di kepalanya. "Busyet nih perempuan2 makannya banyak amat yahhh!'. Jangan sedih, saking enaknya si chicken wings itu, gw sampai nambah. Huahahahahahahahaha.

Steamboatnya seperti yang digadang2 oleh mamah teteh bede dan tangte linong, rasanya memang enak. Plus seger banget buat orang yang sudah keringet dingin kelaparan. Kuncinya ada di ikan yang segar. Dan kuahnya yang segar dengan bumbu bawang putih. Plus sayuran sawi dan potongan ikan asin yang digoreng kering sebagai pemanis. Makin enak dan segar dengan potongan cabai merah dan kecap asin. Mantap mannnnnn. Makannya nggak perlu pake nasi. Langsung ajah diseruput. Lebih mantap. Gw habis dua mangkuk. Sementara yang lain ada yang dua dan tiga.

Chicken wingsnya jelas enak banget. Kering tapi juicy dan sambalnya juga enak. Mereka bikin sendiri sambel cocolannya. Mirip kayak sambal Thailand. Ada manis, asem dan pedas. Pas deh. Nggak salah dong kalau gw menghabiskan paling tidak 8-10 potong chicken wings. Busted!!!!!

Menu yang lainnya sih biasa ajah. Kangkung balacannya so so ajah. Bihunnya juga so so ajah. Tapi steamboat dan chicken wingsnya, JUARAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Percayalah, percayalahhhhhhh

Wednesday, December 28, 2011

My Sweet Corner

saking penasaran nyoba jadi lupa musti foto cupcakesnya, untung masih ada sisanya


Belakangan ini, saya punya tempat nongkrong baru yang menyenangkan. Lokasinya nggak jauh dari rumah dan tempatnya mungil dan menyenangkan. Nggak crowded dan nggak penuh asep rokok. Tempat ini saya temukan pada saat saya resmi jadi pengangguran setelah menunaikan masa bakti yang cukup cemerlang di kantor lama.

Siang yang cukup panas dan terik itu saya mampir ke Snappy untuk mengirimkan beberapa file penting. Pulangnya, saya bingung celingukan karena tukang ojek yang saya minta tunggu sudah menghilang. Dua kali nyetop bajaj, dua kali juga pengen ngelepas sepatu trus teriak...situh okehhh. masak dari Snappy ke rumah yang jaraknya nggak lebih dari 3 kilo, si bajaj minta 15 ribu?? Helohhhhhhh, plis deh.

Sambil menahan gondok yang merajalela, gw memutuskan untuk jalan kaki aja. Ngirit sekaligus olahraga. Well, niat awalnya sih begitu. Baru beberapa meter jalan, saya melihat tempat ini dan niat untuk ngirit dan olahraga langsung hilang melihat tumpukan cupcakes berwarna merah. Saya memutuskan untuk mampir dan menunggu sampai matahari tidak terlalu menyengat lagi. Alasan klasik dan pembenaran.

Begitu masuk, hidung rasanya dibuat mengembang dengan aroma cake yang sedang dipanggang. Saya merasa seperti masuk ke dapur mama beberapa tahun lalu. Saat beliau masih rajin masak. Bau dapurnya sama seperti ini. Menggoda iman...

Cafe ini ukurannya sangat mungil. Terlalu mungil kalau boleh jujur. Kalau saya dan TTA aka Tung Tung Agashi alias The big Mommas gank berkumpul di sini, kami berempat pasti sudah bisa membuat ruangan jadi penuh sesak dan ramai. Untung hari itu saya sendirian. Saya bisa memilih duduk di sofa ujung sambil memeluk bantal dan mantengin channel AFC. Pas banget nggak sih?

Menu yang disediakan nggak banyak. Tapi karena belum makan siang, saya memilih Beef Focchacia untuk mengganjal perut. Jujur, menu yang ini tidak membuat saya bahagia. Breadnya terlalu kering dan rasanya biasa banget. Untuk harga yang lebih mahal dari Daily Bread, jelas ok. Percobaan pertama dan terakhir buat saya. Nggak rekomen sama sekali.

Biasanya kalau gagal di menu pertama, saya langsung kehilangan gairah, tapi entah kenapa, saya justru tertarik dengan red velvet cupcakes dengan olesan cheese cream-nya. Ternyata, pilihan saya nggak salah. Cupcakesnya lembut dan rasanya pas. Cream cheese-nya bikin rasa cupcakes ini jadi makin mantap. I love it. So far, cupcakesnya juara banget. Sebenernya, perut saya sudah mulai penuh. Tapi sang pemililik sedang membuat bread pudding. Harum cinnamon-nya membuat liur saya mengalir. I can't control it. Sorry, forget about diet. Forget about calorie, I just want to have that bread pudding.


Red Velvet Cake yang yummy

Dan saya pun menyerah kalah. Memesan bread pudding itu dan melahapnya sampai suapan terakhir. Saya suka karena bread puddingnya kental banget dengan rasa cinnamon dan tidak terlalu manis. Kekecewaan saya akibat rasa Beef Foccacia yang B ajah (sebenernya cenderung nggak enak sih, maaph) terobati dengan red velvet cupcakes dan bread pudding yang mantapssss.

Sejak hari itu, saya rajin mampir ke kafe mungil bernama Souly Butter ini dan mencoba berbagai jenis sweet cakes yang ada. Yes, just pick the cakes. Salah satu yang jadi favorit saya adalah Red Velvet Cake. Boleh diadu deh rasanya dengan Red Velvet Cake di Union dan Convivium. This place is truly my sweet corner. Kalau bete, kesel, butuh yang manis-manis, this is the place that i will visit. Just around the corner and an ojeg away..

Soully Butter
Jl. Kemang Raya No. 15
T : 021 7199985
Buka : 10.00-21.00
Harga : Cupcakes (Rp. 22.000), Red Velvet Cakes (Rp. 45.000)

Monday, November 14, 2011

Mabok Spa

Pemandangan indah di Kirana Spa

I love Spa. I love pampering myself. I love when someone massage me from head to toe. I often feel asleep during massage and spa. It means, I'm comfortable and they push my off button perfectly. Jadi begitu ada liputan spa, saya langsung bilang sama boss, let me handle it. Dan berangkatlah saya bersama Opa dan Iting buat meliput Spa. Nggak cuma spa sih sebenernya. Tapi juga makanan dan hotel eksklusif di Bali. Tapi yang mau cerita soal Spa.

Dengan wajah berseri-seri kami berangkat ke Bali. Sudah terbayang di depan mata nikmatnya Spa di Bali. It's like heaven there. Pijat di tempat yang murah meriah aja udah bikin saya pingsan, apalagi pijat di tempat yang muahal dan keren. Hari pertama tidak ada jadwal Spa. Kami makan dan makan dan makan dan membuat supir sewaan menyerah pasrah karena tidak sanggup mengikuti jadwal kami yang biadab (berangkat jam 9 pagi pulang jam 1 malam). OOT dikit yahhh, alhasil selama seminggu di Bali, kami tiga kali ganti supir. Back to topic, malam kedua, kami menginap di hotel yang harga kamarnya sekitar 1.200 USD per malam dan pagi hari langsung ada janji dengan salah satu tempat Spa terbaik di Bali. Kirana Spa. Tempatnya cantik dan manis. Karena waktu yang mepet, saya terpaksa menolak full body spa yang mereka tawarkan dan hanya melakukan back and hand spa yang sudah bikin mata saya merem melek. Sebenernya, setelah pijatan singkat itu badan saya langsung lemas dan tidak bertenaga. Seluruh otot dalam tubuh saya sepertinya berada dalam kondisi lemah. Saya seperti orang yang lagi high. Padahal ngegele juga nggak. Tapi sumpah badan saya lemah lunglai. Naik ke mobil pun susah. Begitu duduk, langsung mata saya maunya merem.

Kalau di zaman sekarang ini bidadari masih ada, mungkin mereka seperti inilah tempat pemandian mereka.This place is Kirana Spa and its just beautiful

Untungnya, setelah itu saya sampai ke Jamahal dan kali ini saya dapat full treatment. Full body massage. Kurang lebih dua jam saya dipijat dan saya langsung pingsan. Kalau tidak dibangunkan, mungkin saya baru melek besok pagi. Saya puas sekali dan langsung mandi air hangat dan melanjutkan perjalanan. Ternyata hari itu saya harus mencoba 3 kali spa di 3 tempat yang berbeda. Awalnya saya pikir saya adalah perempuan yang paling beruntung. Tapi saya salah. Spa 3 kali dalam waktu yang berdekatan nggak asyik sama sekali.

Badan saya menggigil. Antara kedinginan dan masuk angin. Bayangkan, baru saja saya membasuh tubuh dan terlentang setengah telanjang di atas kasur dan dipijat, membasuh diri lagi dan tidak berapa lama harus melakukan hal yang sama lagi. Pijatannya memang enak dan tempat yang saya datangi super duper kewren. Tapi jujur saya mabok gara2 kebanyakan Spa. Saya masuk angin dan badan saya ngreges seperti orang demam. Di tempat terakhir saya bahkan harus bertanya dengan wajah tolol. "Mbak, harus buka baju ya?" . Saya tahu, saat saya berkata seperti itu si pemijat pasti langsung berpikir saya perempuan udik dan katro. Tapi jujur, saya tidak sanggup lagi membuka baju dan naik ke atas kasur. Selesai Spa, wajah saya berantakan banget. Bener-bener seperti orang mabok ganja berat. Muka kusut dan mata saya nyaris tidak bisa dibuka. Muka ble'eh banget. Tapi jujur saat itu buat berdiri saja rasanya sulit. Alhasil, liputan terpaksa dihentikan lebih cepat karena saya sudah tidak kuat lagi. Saya mabok Spa. Saya hanya ingin pulang ke hotel dan merebahkan tubuh saya dan membiarkan tubuh dan otot2 saya beristirahat.


Salah satu ruangan di Dala Spa. Khusus buat couple


Di Prana Spa ini saya merasa seperti Choti Shehzaadi

Untungnya, beberapa bulan setelah itu, saya mengajak seorang teman kembali ke Bali dan menyambangi salah satu spa dan mencoba perawatan di sana,dan kali ini, saya datang sebagai tamu dan benar-benar menikmati spa dan kali ini nggak mabok lagi deh. Yang ada, saya tertidur pulas saat kembali ke hotal. Tanpa ngigau atau mimpi.

Jujur sih, terlepas dari masuk angin dan kedinginan akibat keseringan buka baju, pengalaman saya Spa di tempat-tempat itu tidak terlupakan. I feel like a princess. All the places are beautiful and mind blowing.

Saturday, September 3, 2011

Bajigur Durian dan Ladu khas Soreang

Setiap Lebaran, mama pasti ngajak gw nengokin eyang putri sambil halal bilhalal ke Soreang. Meski jauh dan pasti macet gila-gilaan, kami tetep berangkat ke sana diantar oleh si dukun, mobil yang umurnya cuma 2 tahun lebih muda dari umur gw. Sebenarnya, kalau mau jujur, jalan ke Soreang di tengah kemacetan dengan si dukun nggak terlalu nyaman sih. Setir nggak power steering, AC-nya lebih sering nggak nyala ketimbang nyalanya dan beberapa hal lain yang membuat kenyamanan bukan sesuatu yang bisa diharapkan. Tapi apa boleh buat, hanya si dukun lah yang available. Tahun ini, kami kembali berjalan ke Soreang menemui eyang putri aka Ibu Hj. Siti Saojah. Gw manggil eyang putri dengan sebutan Eyang Soreang sesuai dengan lokasi tempat beliau tinggal. Seperti biasanya, begitu memasuki daerah Kopo, jalanan langsung macet dan panas matahari menyengat dengan terik. Perjalanan 25 km itu ditempuh dengan waktu kurang lebih 2 jam. Satu setengah jamnya terjebak di Kopo tentu aja.

Selain ketemu dengan eyang putri dan ngobrol2, berkunjung ke Soreang juga terasa berbeda karena makanan yang disajikan sangat berbeda yang biasanya ada di rumah-rumah lain. Di Soreang, saya tidak akan mencari nastar, kaastengels, atau kue-kue Belanda lainnya. Kalau ke Soreang yang saya cari adalah opak dan Ladu. Opak sebenarnya makanan khas Garut. Jenis opak yang saya suka terbuat dari ketan dan rasanya enak banget. Sementara ladu adalah makanan yang bentuknya seperti dodol yang dibuat dari ketan hitam. Dulu, waktu masih sehat, biasanya eyang yang membuat sendiri ladunya. Dan setiap tahun, eyang sengaja menyimpan ladu di kamarnya khusus buat kami bawa pulang. Supaya tidak dihabiskan oleh tamu lainnya. Eyang tahu, wajah kami bakal berseri-seri kalau dapet oleh-oleh ladu dan opak.

Bulleted ListBiasanya kami melakukan barter. Menu lebaran seperti ketupat, opor dan sambal goreng mama yang buat dan kami makan bareng di Soreang dan eyang membekali kami dengan ladu dan opak. Paling nggak ada dua puluh bungkus ladu yang kami bawa pulang. Sebagian besar sih dimakan sendiri dan sisanya dibagi2in ke saudara2 yang lain, seperti Sutetiwati yang pasti langsung ngiler dan ngeces kalau dibilang ada ladu di rumah.

Walaupun di rumah Eyang, kami sudah dijejali berbagai jenis makanan, pulangnya tetep aja jajan. Ada beberapa jajanan yang kami suka di Soreang. Salah satunya bakso. Di daerah Soreang, baksonya terkenal berukuran besar. Sebesar bola tenis. Cukup makan satu langsung blenger dan mendem kekenyangan. Bakso di sini rasa dan kualitasnya boleh diacungin jempol. Mantap man. Mirip-mirip deh dengan rasa bakso di Garut yang ukurannya juga nggak kalah jumbo. Pokoknya di Soreang, tukang bakso yang majang bakso dengan ukuran paling fantastislah yang paling banyak dikunjungi orang. Dan di Soreang, pada saat Lebaran, tukang bakso ini paling laku. Mau makan aja musti ngantre. Yang beli dan ngantre sebagian besar mobil-mobil keren.




Selama bertaun-taun, ritual ini yang kami jalankan setiap Lebaran hari pertama tiba. Tapi tahun ini ada sedikit perubahan itinerary. Tepatnya tambah tempat mampir. Ini gara-gara saat memasuki kota Soreang saya melihat warung (benar-benar warung yang rumek dan jelek). Meski sedikit "kumuh" saya tetap penasaran untuk mampir karena di depan warung tertulis Bajigur Durian. Ini yang mantap. Memadukan dua hal yang saya suka. Bajigur dan Durian. Mantap pasti. Kalau saya sangat antusias, berbeda sekali dengan mama. Beliau sama sekali tidak mau turun. "Mending di mobil aja deh. Tempatnya nggak enak deh kayaknya," tuding Mama. Akhirnya cuma saya yang turun dengan mata berbinar-binar dan muka mupeng. Saya sudah sangat penasaran. Satu hal yang saya sadari, mereka menambahkan kopi dalam adonan bajigurnya. Setelah disiram bajigur panas dan dikocok, dimasukanlah potongan durian itu ke dalam gelas. Ada sedikit rasa mahteh saat mencampur potongan durian dengan hisapan bajigur. Tapi lama kelamaan, rasa mahtehnya hilang kartena ada aroma kopi yang cukup kuat.



Bajigur durian ini menurut saya enak. Ramuannya pas. Tapi lebih enak lagi kalau durian yang dipakai kualitasnya lebih bagus. Durian montong kayaknya bakal enak banget. Atau durian Medan deh kalau mau yang lokal. Biar mantap. Susahnya, harga jadi harus dinaikkan. Untuk kawasan Soreang, segelas bajigur dengan harga di atas sepuluh ribu rupiah nggak bakalan laku. Harga segelas bajigur ini yang cuma 7000 rupiah saja sudah dianggap cukup tinggi.