Tuesday, August 20, 2013

Late Night Snack @ In and Out Burger


Perjalanan ke California kali ini terasa istimewa karena kami memutuskan untuk menempuh perjalanan darat. Idealnya kami berangkat subuh biar sampai di California tengah malam dan bisa langsung istirahat. Perjalanan dari Seattle ke California, lebih tepatnya ke Los Angeles memakan waktu kurang lebih 20 jam, melewati tiga state (Washington, Oregon, dan California). Tapi karena dua supir angkutan antar kota (Ucun dan suaminya) kerja jadi kami baru berangkat dari Seattle kurang lebih jam 2 siang. Perbekalan selama perjalanan sudah lengkap. Jumlah cemilan sama banyaknya dengan jumlah koper yang dibawa. Tiap kali jalan ke luar kota, kami seperti terkena sindrom takut kelaparan, jadi bekal yang dibawa seringkali lebay jumlahnya. Well, lebih baik kekenyangan daripada kelaparan kan? Hi3 (ngeles lagi). 

Setelah 22 jam berada di jalan (2 jam tidur di rest area), kami sampai di Los Angeles dan langsung menuju ke hotel. Posisi hotel kami sangat strategis. Tepat di depan hotel ada starbuck, di samping ada restoran Meksiko dan disampingnya ada am/pm kalau tiba-tiba pengen ngemil. Tapi yang paling seru, hotel ini cuma beberapa meter dari outlet In and Out Burger. Seperti orang norak saya langsung bersorak-sorak melihat outlet fast food ini. Maklum, In and Out terdekat ya hanya ada di California. Dan kenapa saya norak karena dibandingkan gerai fast food yang terkenal, In and Out kualitasnya jauh lebih bagus. Burgernya lebih segar dan kentangnya lebih crispy dan semua orang yang pernah makan di sini pasti tau bedanya In and Out dengan burger yang sudah terkenal seperti McD, Burger King atau Jack in The Box. Bahkan, ketika saya cerita tentang rencana perjalanan ke California, tante Linong, teman sekamar saya di ibukota langsung dengan semangat mengingatkan untuk tidak lupa mampir ke gerai In and Out. "You tau kan Non, ai nggak suka fast food. Tapi ini mah beda non. Ai bisa ngabisin burgernya plus kentangnya. Rasa kentangnya tuh crunchy banget, kayak baru dipanen trus langsung dipotong-potong dan digoreng. Pokoknya you musti coba."




                                                             ini burger sayahhhhhhh          


kentang goreng super crunchy


Rasanya siapa pun yang denger promosi seheboh ini pasti penasaran. Sama seperti tante Linong, saya juga bukan penggemar fast food. Hanya pas kepepet dan sudah tidak ada pilihan lain dan dalam keadaan lapar yang menggelora dan nggak punya persediaan beras dan telor barulah kami makan fast food. Bukan karena sok peduli kesehatan, tapi after taste dari menu di fast food Jakarta yang bikin kami kapok. Eniwei, kembali ke In and Out, begitu lihat gerai burger ini saya langsung teriak. "Pokoknya kita musti makan di sini!". Rupanya teriakan histeris saya ini bener-bener manteng di kepala kakak ipar saya. Begitu pulang dari Disney Land, dalam keadaan lelah dan sudah tengah malam, Joe tetap ingat untuk mampir. Sudah lewat midnight tapi gerai ini masih ramai pengunjung. Mulai dari yang dine in sampai yang take away. Menu yang ditawarkan nggak banyak, tapi kualitasnya memang enak. Cheese Burger yang saya pesan langsung kandas tak bersisa. Mungkin karena pengaruh lapar juga saya sanggup menghabiskan burger dan kentangnya. Saya harus akui, kentangnya memang seperti yang digembar-gemborkan tante Linong, renyah. Saya lebih senang lagi, karena ada acar cabai rawit. Makin enak rasa burgernya. 


                                            acar cabe rawit yang bikin makan tambah lahap


Tapi saya nggak mau gegabah bilang bahwa In and Out memang enak. Saya harus kembali lagi untuk mengetes apakah memang enak atau saya yang lapar. Beberapa kali saya kembali ke sini, dan saya selalu menikmati Cheese Burgernya plus kentang gorengnya. Dan saya harus jujur bilang bahwa In and Out Burger adalah salah satu fast food chain resto yang paling enak. Nggak boong kok. Jadi kalau sampai ke California dan pengen makan kenyang dengan harga yang terjangkau sambil memanjakan lidah, In and Out Burger jawabannya.

Monday, August 19, 2013

Sisi Lain Festival Musim Panas di Seattle

Buat orang Seattle, summer identik dengan udara cerah dan festival. Memasuki hari pertama musim panas, warga Seattle menyambut matahari dengan Summer Solstice Festival yang berlangsung di kawasan Fremont. Summer Solstice dibuka dengan rombongan bersepeda yang tidak menggunakan selembar benangpun alias telanjang. Ada sih yang benar-benar telanjang bulat, tapi sebagian besar mereka menutupi tubuh dengan body painting. Design body paintingnya unik. Ada yang dirancang seperti baju, ada yang seperti kostum super hero dan ada juga yang bentuknya seperti tatto. Pertama kali diajak nonton Summer Solstice, saya pikir, pasti yang ikut parade badannya keren-keren kayak model. Kakak perempuan saya langsung ngakak. "Not all flower are pretty," ucapnya singkat. Saya mengerti maknanya saat duduk di pinggiran jalan dengan bangku lipat dan memandang pengendara sepeda mondar-mandir di depan mata sambil menyerukan semangat menyambut musim panas. 


Saya salut dengan mereka yang semangat ikut parade. Parade dimulai sekitar jam 2 siang dan berakhir sekitar jam 6 sore dan mereka pasti siap-siap dari pagi untuk mulai pengecatan badan. Satu body painting artis pasti mengerjakan lebih dari 10 orang dengan 10 design yang berbeda. Selesai urusan body painting, mereka harus menggoes sepeda di tengah sengatan matahari musim panas. Saya yang lahir dan besar di negara tropis saja nggak sanggup kok jalan ditengah panas matahari. Banyak dari peserta parade yang musti rela cat ditubuh mereka perlahan memudar tersapu keringat yang bercucuran. Setiap tahun, summer Solstice dirayakan dengan meriah dan penonton berdatangan sejak jam 10 pagi. Sebagian besar membawa kursi lipat dan alas duduk dan memastikan kursi berada di posisi yang strategis. Urusan parkir juga jadi alasan utama penonton datang lebih pagi. Restoran atau bar yang berada di pinggir jalan memastikan pelanggan tidak berada di lokasi lebih dari satu jam . Urusan parkir memang hal yang paling bikin pusing tiap ada festival di downtown Seattle. Untuk parkir selama 4 jam, harus rela merogoh kocek sebesar 20 dollar atau sekitar 200 ribu rupiah. Kalau mau murah ya parkir jauh dari lokasi. Untuk nonton Summer Solstice ini saya memang dapat lokasi yang mantap, tapi kami harus parkir 11 blok dari lokasi, di kawasan yang berbukit. Yang artinya jalan nanjak 90 derajat sekitar 1,5km itu sesuatu banget lho. 









Tapi festival terheboh yang saya rasakan selama menjadi warga Seattle adalah Hemfest, saya menyebutnya Festival Mariyuana. Yes, that's true. Sudah empat tahun, Seattle menyelenggarakan festival yang berfokus pada mariyuana. Tahun ini bisa dibilang sedikit berbeda. Tahun lalu, pengunjungnya paling banyak berasal dari Washington area dan state tetangga seperti Oregon, California, dll. Tapi tahun ini sejak mariyuana resmi dilegalisasi di Washington, sebagian besar pengunjung berasal dari luar daerah. Perbedaan kedua terasa pada nuansa festivalnya. Tahun ini nuansa festivalnya lebih terasa, tanpa adanya retorasi politis soal legalisasi mariyuana. Jadi panggung musik juga lebih banyak, begitu juga tenan makanan. Tiap panggung menampilkan jenis musik yang berbeda. Mulai dari musik-musik rasta ala Bob Marley, musik hard rock. 

Rasanya nggak terhitung jumlah festival di kawasan Washington yang saya datangi, dan menurut saya, Hemfest ini salah satu festival dengan jumlah pengunjung terbanyak yang pernah saya lihat. Untuk masuk ke festival ini saja antreannya mengular sampai dua kilometer. Dan penjagaan polisi termasuk ketat, tapi lucunya di depan polisi yang berjaga-jaga, penyelenggara membagikan lintingan ganja secara gratis. Cowok di depan saya dengan semangat mengumpulkan puluhan lintingan ganja ke backpacknya. Sementara saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Meskipun untuk masuk ke festival ini tidak dipungut bayaran, tapi donasi disarankan bagi mereka yang datang. Pihak panitia menyarankan nilai minimal untuk memberikan sumbangan adalah 10 dollar atau sekitar seratus ribu rupiah. Saya langsung berhitung, kalau 150 ribu pengunjung yang benar-benar menyumbang 10 dollar, tanpa penjualan atau tax, pihak penyelenggara sudah bisa mengumpulkan uang sebanyak 1,5 juta dollar atau sekitar 15 milyar rupiah. 








Festival Hemfest diselenggarakan di pinggir pantai di kawasan Seattle Art Museum dan ratusan tenant yang menjual barang-barang yang berhubungan dengan mariyuana, mulai dari bibit mariyuana, bong, grinder, sampai tenda yang berfungsi sebagai green house untuk membudidayakan mariyuana. Tenda ini dijual dengan harga sekitar 300 dollar atau sekitar 3 juta rupiah. Menurut pemiliknya, mereka sudah menjual puluhan tenda selama festival yang dimulai pada 16-18 Agustus 2013. Penjual bong paling banyak, dan harga yang mereka tawarkan memang jauh lebih murah dari yang dijual di luaran, walaupun buat saya yang nggak ngerti harga bong, tetap saja jatuhnya mahal. Untuk bong ukuran sedang harganya sekitar 40 dollar dan untuk yang berukuran besar sekitar 100 dollar. Well, saya memilih menghabiskan 100 dollar untuk tas atau sepatu ketimbang untuk beli bong. 

Sebagai food lovers, saya lebih tertarik dengan tenant makanan yang jumlahnya lebih banyak ketimbang tenant makanan di Bite of Seattle yang festival makanan. Segala jenis makanan khas festival seperti Elephant Ear, PJ (Peanut Butter and Jelly), Hot Dog, Burger, Sandwich, Asian Food, Gyros, Ice Cream. Tapi teman saya membisiki satu makanan yang wajib saya coba di sini, brownies. Ini bukan sembarang brownies, tapi ini brownies dengan ramuan "khusus". Banyak yang menawarkan brownies tapi teman saya hanya mau beli dari the brownies lady. "Saya ingat wajahnya. Kami hanya beli dari dia," ucap Eric antusias. Setelah berjalan kurang lebih 45 menit, akhirnya kami bertemu dengan the brownies lady dan Eric langsung memborong brownies yang berharga 6 dollar per potongnya. Selain brownies, Eric juga membeli beberapa potong chocolate cookies. Sampai rumah, saya ditawari mencoba potongan brownies istimewa itu. Saya langsung menganggung. Di Jakarta saya sering makan di rumah makan Padang yang menggunakan mariyuana sebagai salah satu bumbu masak dan saya tidak pernah merasakan ada yang aneh selain porsi makan saya yang meningkat. Setengah potong brownies istimewa yang rasanya enak itu saya habiskan dan tidak sampai setengah jam, saya merasakan tubuh saya jadi super relaks dan tidak sampai setengah jam setelah saya menghabiskan makan malam, saya tertidur di kursi sampai mendengkur (menurit kesaksian pacar saya, red) dan setelah pindah ke kasur, saya makin lelap tertidur. Kalau ini yang dinamakan giting, berarti saya giting dengan sukses sampai mendengkur.