Sunday, August 30, 2015

The Authentic Chinese Restaurant-Seattle Episode 1

Sejak saya masih kecil, papa memperkenalkan saya dengan banyak kedai chinese food. Mulai yang lokasinya di jalan utama dengan area parkir yang super luas sampai yang nyungsep masuk di gang sempit. Satu hal yang saya ingat, semua tempat yang papa kenalkan tidak ada yang mengecewakan. MAsing-masing tempat punya menu unggulan. Mulai dari mie goreng yang muantap banget, cap cay super yummy, mie ayam yang bikin ngiler sampai puyunghai yang jempolan. Pokoknya, nggak ada tempat yang mengecewakan. Tapi ketika saya mulai traveling, saya menemukan perbedaan antara chinese food yang saya kenal sejak kecil sedikit berbeda dengan Chinese food yang saya cicipi di Makau atau Hong Kong. Di beberapa restaurant kecil yang saya datangi, masakannya lebih berminyak dan terlalu mahteh bumbunya alias terlalu banyak MSG. Tapi di restaurant yang besar dengan harga menu per porsi yang cukup mahal, rasanya lebih light dan komposisi bumbu dan minyak lebih manusiawi dan saya punya banyak restaurant yang menyediakan masakan China yang otentik dengan rasa yang jempolan di Makau dan Hong Kong.

Tapi, ketika saya sampai di Amerika, saya sadar, Chinese Food yang ada di sini jauh berbeda dan rasanya jauh dari otentik. Saya nyaris terbahak-bahak ketika salah seorang teman bule menyebut Teriyaki sebagai Chinese Food atau kakak ipar saya yang menunjuk Panda Express sebagai kedai Chinese Food yang otentik. Saya tidak bisa menyalahkan mereka, karena itu yang mereka tau. Teriyaki dan menu-menu di Panda Express, rasanya sudah disesuaikan dengan lidah orang Amerika atau dengan kata lain, semua makanannya cenderung manis. Oh, yes...sebagian besar orang Amerika yang tidak pernah ke luar dari negaranya mengira bahwa makanan China ya seperti yang ada di Panda Express. Jujur, buat saya makanan yang ada di Panda Express jauh dari kata enak dan jauh dari otentik dan sebagian besar orang yang makan di Panda Express ya orang Amerika asli. Jarang sekali saya liat orang Asia atau orang Amerika keturunan China yang makan di sini. 

Untungnya, sama seperti saya, kakak perempuan saya, Ucun the warden punya lidah dan selera yang sama. Khusus untuk masakan Asia, Ucun lebih Asia ketimbang saya. Selama ada di Seattle, saya dan Ucun berkeliling dan mencoba beberapa restaurant Chinese. Ada beberapa yang jadi favorit kami, so this are some of our favourite authentic Chinese Restaurant : 

T&T
Lokasinya ada di Ranch Market di Highway 99 alias tempat belanja orang Asia. Di sini kalau mau cari semua jenis bumbu dapur Asia pasti ada dan harganya jauh lebih murah di bandingkan dengan Alberson, Walmart, atau supermarket lainnya. Jadi, ini lah supermarket favorit saya dan Ucun. Pulang belanja, kita pasti mampir di T&T. Incarannya sih makan dimsum. Selama masih di bawah jam 4 sore, dimsum masih tersedia. Menu favorit kami sih standard, udang gulung, siomay, hakau, dan ceker. Ohhh yeah. Selama kami makan di sini, nggak pernah kecewa dengan dimsumnya. Semua dibuat segar dengan bahan yang memang berkualitas. Satu menu dimsum biasanya berkisar anatara 2 sampai 3 dollar. Tergolong murah sih untuk ukuran dimsum yang cukup besar. Beda dengan ukuran siomay di Jakarta yang mungil-mungil. Biasanya pesan 3 jenis saja kami sudah kenyang.
Di hari Minggu, apalagi di jam makan siang, antrean di T&T bisa berular. Tidak sampai ke luar restoran sih tapi orang lalu lalang cukup sering. Kami sudah terbiasa duduk dan sharing meja dengan keluarga lain. Saya sangat suka buncis masak schezuan dengan tambahan daging giling. Selain itu bebek panggangnya...hmmmmm kalah deh Duck King. Dagingnya gurih dan garing. Kulitnya juga renyah dan tidak berlemak. Sausnya pas dengan perpaduan rasa manis dan sedikit asam. Menu lain yang jadi favorit kami sekeluarga adalah Sapo Tahunya. Jadi kalau ke Seattle dan mendadak rindu masakan Chinese, jangan lupa ke T&T. Dijamin nggak bakal kecewa deh.

HongKong Bistro




Entah karena alasan apa, di Seattle tidak ada Chinatown. Di sini hanya ada internasional distrik. Alasannya sih sederhana. Komunitas masyarakat imigran China bukan yang paling banyak. Komunitas imigran Vietnam tidak kalah banyaknya. Jadi biar adil, dikasih namanya internasional distrik. Ini menurut saya lho. Soalnya kalau keliling internasional distrik, jumlah toko dan resto Vietnam nggak kalah banyak dan menjamurnya dengan toko dan restoran China. Jadi saya berasumsi itulah alasan kawasan ini disebut internasional distrik. hahahahaha. Ada banyak resto Chinese di sini dan tempat makan dimsum pun tidak kalah banyaknya dan hampir semuanya pernah saya dan Ucun sambangi. Sekedar icip-icip ataupun sengaja datang karena diliat2 kok banyak mobil yang parkir di sini. Setelah ditilik2, orang memang parkir mobil di kawasan restoran (yang nggak perlu lah kita sebut namanya yang berarti empat musim) tapi mereka bukan makan di situ. Setelah menjajal beberapa jenis restoran, kami lebih suka ke Hongkong Bistro. Alasannya sih simple. Makanannya enak dan murah serta porsinya mantap. Dan mayoritas orang yang makan di sini adalah orang Chinese yang ngomongnya masih pakai bahasa asli. Jadi bener-bener berasa di HongKong. Menu utama yang menarik perhatian mulut kami adalah rangkaian dimsum yang top banget. Sama lah enaknya dengan T&T. Sapo tahu hot platenya juga enak dan kwetiau siram favorit nyokap yang nggak pernah bikin kecewa. Saya beberapa kali mengajak teman maksi di tempat ini dan semua memuji masakannya yang enak.

bersambung........

Thursday, August 21, 2014

Makan sambil Belajar Seks Aman di Cabbages and Condoms


Apa hubungannya kubis dengan kondom? Kayaknya itu pertanyaan semua orang yang membaca nama resto ini pertama kali. Pilihan nama ini mampu mengusik rasa penasaran orang untuk mampir dan sekedar melihat keunikan apa yang ditawarkan. Di depan pintu masuk dipajang patung yang terbuat dari kondom. Bentuknya keren dan mengundang senyum. Masuk ke dalam ruangan resto, senyuman makin mengembang. Di salah satu sisi tembok dipajang kartun bergambar posisi seks. Makin geli lagi membaca tagline-nya. Kami janji, makanan yang disajikan tidak akan membuat Anda hamil. Siapa yang tidak akan tertawa terbahak-bahak membacanya. Gimmick yang ditawarkan di restoran ini bukan sekedar untuk membuatnya berbeda dengan resto yang ada di Bangkok. Gimmick itu justru merupakan identitas resto.






Cabbages and Condoms diambil dari cita-cita Mechai Viravaidya, pemilik resto yang juga merupakan founder dari Population and Community Development Association (PDA), private non provit development organization yang berdiri sejak 1974. Viravaidya percaya program KB bisa terlaksana kalau kondom bisa diterima dan diakses dengan mudah seperti layaknya sayuran di pasar. Masuk ke dalam restoran, rasa nyaman langsung menyergap. Di bagian outdoor, Anda bisa melihat pohon-pohon rindang menghalangi sinar matahari. Memberi nuansa sejuk dan nyaman. Menikmati makan  siang atau makan malam ditemani hembusan angin sepoi-sepoi sangat nyaman. Resto ini juga terdiri dari dua lantai. Bagian atas disebut Buat yang lebih suka kesejukan dari pendingin ruangan dengan suasana yang hangat, bisa memilih bersantap di ruangan indoor. Biasanya ruangan ini dipilih para eksekutif menikmati makan  siang bersama kolega. Malam hari, banyak sekaliu turis yang datang untuk membuktikan referensi dari teman atau situs traveling yang banyak menyebut resto ini sebagai one of must visit place in Bangkok. Tapi buat saya, terlepas dari interior dan tema restorannya yang unik, saya senang berada di sini karena pelayanannya yang ramah dan bersahabat. It’s like having your own personal butler. Siap sedia mengisi gelas yang kosong. Meski minuman yang dipesan hanya air mineral. Alasan kedua dan yang paling utama, makanannya enak. Resto ini menyediakan makanan khas Thailand. Ada menu-menu khusus buat penganut pola makan vegetarian. Buat meat lovers seperti saya, pilihannya juga banyak.  Makanan pembuka ada Satay Moo dengan pilihan daging ayam, babi atau udang.  Mau yang sedikit tradisional bisa memesan Mieng Khum yang terdiri dari jeruk lemon, udang kering, kacang, ginder dan kelapa goreng. Kental sekali dengan perpaduan rasa asam, manis, gurih khas Thailand. Cocok sebagai makanan pembuka. Makanan utama yang masih bernuansa tradisional seperti Hor Moke Talay atau Steamed Seafood with Coconut Cream and Vegetable in Banana Leaf Cub dan Tom Yam Gung di sini wajib dicoba. Bumbunya mantap dan mahteh. Sebagai pencuci mulut Rhao Niew Mamuang Inter atau Mangga dan Ketan tidak boleh dilewatkan. 

Cabbages and Condoms
10 Sukhumvit Soi 12
T : +6622294610
Jam Operasional : 11.00-22.00
Harga : 80-450 bhatt



Saturday, May 3, 2014

Sze Ngan Chye : Bebek Panggang Kaki Lima Rasa Bintang Lima


Begitu lapak buka udah ditungguin pelanggan



Empat tahun silam, ketika sedang jalan-jalan ke Petaling, secara tidak sengaja saya berkenalan dengan seorang jurnalis asal Malaysia. Saat itu kami sibuk bergosip tentang salah seorang diva asal Malaysia. Tidak usah tanya deh siapa nama diva yang pernah berduet dengan Kris Dayanti ini (bisa dong menebak siapa diva tersebut?). Setelah acara gosip berakhir, kami bertukar kartu nama. Sayang kartu nama tersebut sekarang sudah hilang sehingga saya tidak bisa menyebutkan namanya di sini. Tapi sebelum kami berpisah, dia sempat bercerita tentang pedagang roasted duck yang sangat terkenal dan legendaris yang berjualan di sini. “Sekali awak cube, tak bise tidur lagi,” ungkapnya.
              Suatu siang di bulan September 2009, saya memutari Petaling mencari pedagang yang dimaksud, tapi tidak menemukan. Akhirnya saya pulang dengan memendam rasa penasaran. Seperti apa sih rasanya bebek yang sangat legendaris itu. Beberapa kali setelah itu saya datang ke Petaling tapi saya tidak bisa menemukannya. Sampai suatu hari, saya bertemu dengan seorang perempuan keturunan China di Petaling dan obrolan kami sampai ke soal roasted duck. Saat itu saya bilang bahwa saya merasa roasted duck itu seperti hantu yang tidak bisa ditemukan orang awam. Wanita itu tertawa mendengar cerita saya dan menunjuk ke arah pedagang di depan penjual minuman Air Mata Kucing. “Awak tiba jam berape ke sini? Lepas jam dua belas dah tak ade. Habis,” ungkap wanita setengah tua itu. Sayangnya, saya bertemu wanita itu hanya beberapa jam sebelum kepulangan saya ke Jakarta. Ini membuat saya semakin penasaran. Saya sudah begitu dekat tapi tetap tidak bisa juga menemukan tempat ini. Sampai akhirnya, ide membuat buku ini muncul dan saya ditemani sahabat saya Tarie berangkat ke Malaysia. Merasa sudah begitu kenal Kuala Lumpur, saya sedikit over percaya diri. Ingat teman-teman, over pede sama dengan oneng. Dari hotel kami berangkat pagi dan naik bus. Begitu membaca tulisan Petaling, saya langsung naik. Tari mengekor saja dibelakang saya. Ternyata mata saya siwer. Saya tidak melihat bahwa Petaling yang dimaksud adalah Petaling Jaya. Awalnya saya bingung kenapa kok perjalanan ini lama sekali. Petaling tidak jauh dari tempat kami naik. Biasanya 5-10 menit saja sudah sampai. Ini sudah 25 menit dan saya melihat Mid Valley mal. Paniklah saya. Kami sudah melenceng jauh dari Petaling dan saya bertanya pada penumpang lain yang berada di depan saya. Pucat pasi wajah saya saat tahu bus ini bukan menuju Petaling, melainkan Petaling Jaya yang berada puluhan kilo dari Kuala Lumpur. Jiahhhhhhhhhhh, dapat salam dari Petaling Jaya. Tari langsung tertawa terbahak-bahak saat tahu kami salah naik bus. Alhasil, kami naik bus sampai Petaling Jaya dan berganti bus yang kali ini benar-benar membawa kami ke Petaling. Sampai di Petaling sudah jam 12.30 dan roasted duck yang begitu saya idamkan sudah tidak ada. Kami akhirnya sibuk mencoba tempat lain dan besok hari jam 9 kami sudah sampai di sini. Nggak pake nyasar ke Petaling Jaya lagi. Untuk menemukan penjual bebek ini bisa dibilang gampang-gampang susah karena mereka tidak memiliki kedai tetap. Hanya gerobak kecil yang berisi sekitar 50-60 ekor bebek. Sebagai ancer-ancer, masuk ke Petaling, Anda akan menemukan penjual minuman air mata kucing, Anda akan melihat Hong Leong Bank , belok ke kiri ke arah pasar tradisional. Kurang lebih 25 meter, Anda akan menemukan gerobak ini.
              Pelanggan roasted duck ini bukan hanya dari Kuala Lumpur saja. Menurut Choong Peng Phooi, sang pemilik, pelanggannya juga banyak yang berasal dari Indonesia. “Banyak pelanggan saya dari Jakarta. Mereka sering datang weekend. Biasanya mereka beli langsung 2-3 ekor sekaligus,” ucap Phooi yang sudah menjual roasted bebek ini sejak awal 70-an. Bahkan ada langganan yang sudah puluhan tahun tetap setia. Saya mengerti mengapa rata-rata pelanggannya begitu setia. Meskipun menu yang dijual hanya digerobak kecil. Rasa roasted bebeknya dahsyat sekali. Bahkan jauh lebih enak ketimbang menu sejenis yang disajikan di restoran Chinese berlabel internasional. Semua tumbang deh dengan roasted duck racikan Phooi. Kulitnya kering dan tidak berminyak. Dagingnya empuk dan juicy. Sudah diinapkan semalam saja masih enak banget. Ditambah sambalnya yang pedas mantap. Makin enak deh. Semua orang yang pernah mencicipi roasted bebek Sze Ngan Chye pasti setuju. Orang pintar makan roasted bebek Sze  Ngan Chye. Tunggu apalagi coba?

Jl. Petaling
Jam Operasional : 06.00-15.00
Harga : 1,5-20 RM






Udders : One Scoop is Never Enough


Saya tidak mengerti kenapa setiap kafe spesialisasi es krim cenderung dirancang dengan gaya yang feminin. Pemilihan warna interiornya juga cenderung feminin yang tidak bergeser dari warna-warna pastel. Padahal es krim kan bukan dessert khusus perempuan. Banyak teman saya yang cowok juga suka banget dengan es krim, apalagi yang ada di U.d.d.e.r.s. Banyak pilihan rasanya yang tidak feminin dan mengandung alkohol. Bailey’s & Bourbon, perpaduan dua rasa alkohol yang dahsyat ini menjadi rasa es krim yang tidak kalah menggetarkan. Single scoop tidak akan pernah cukup kalau memesan rasa ini. Menikmatinya pun harus dengan tenang. Bukan sambil ngobrol dan ketawa ketiwi bareng teman. Begitu juga dengan Orange Choc Bitters. Getirnya Belgian dark chocolate dipadu dengan Triple Sec, alkohol yang terbuat dari kulit keruk yang sudah dikeringkan yang berasal dari Saint Rahael, Haiti. Saya bukan penyuka dark chocolate, tapi harus saya akui es krim ini rasanya jempolan sekali. Saya bahkan tidak peduli soal kalori dan sebagainya. At least I spend my calorie on good foods.
            Beberapa kafe es krim di Singapura punya rasa durian. Tapi menurut saya, Mao Shan Wang Durian di sini yang terenak. Saya yakin, Andrew Zimmers yang sudah bersumpah tidak suka durian pasti berubah pikiran saat mencoba es krim durian yang kental, pekat dan creamy ini. Para sweet tooters pasti nggak akan bisa menolak kenikmatan yang diberikan semangkuk Hazel’s Nuts atau Snickers Mars Honeycomb Vanilla. Pertama kali saya mencoba Snickers Mars Honeycomb Vanilla saya sempat terdiam sesaat. Rasanya kaya banget. Es krim yang berisi potongan beberapa snack chocolate bar ini bikin saya ketagihan. Dan saya bisa tenang menikmati wafel yang didampingi es krim ini sambil menatap orang-orang yang lalu lalang di luar. Selain karena es krim dan waffle-nya yang top banget, saya suka tempat ini karena nyaman buat dijadikan tempat nongkrong atau nulis. Saya merasa banyak sekali dapat inspirasi saat berada di tempat ini. Tapi datangnya jangan pas peak hour. Di jam orang kerja, suasananya lebih tenang.  Cocok juga buat dijadiin tempat nge-date atau ketemuan sama cowok baru. Ha ha ha. 

155 Thomson Road
Goldhill Shopping Centre
T : +6562546629
Jam Operasional : 12.00-23.00 (Weekdays), 12.00-24.00 (Weekend)
Harga : 3-8 SGD