Thursday, August 7, 2008

One of the GReat PlaceS TO eat at Seminyak

Bangunan resto yang didominasi warna putih tidak terlalu mencolok dan nyaris lewat begitu saja dari pengamatan. Penampilannya tidak gilang gemilang seperti resto di kawasan Seminyak pada umumnya. Dua kali melewati resto ini, papan nama yang berada di bagian atas bangunan mulai mencuri perhatian. Suasana tenang terasa saat kami melangkah masuk ke dalam resto. Udara sore yang nyaman mendorong saya memilih duduk di spot yang menghadap ke jalan. Sambil memandang turis yang lalu lalang. Resto bergaya Prancis ini menawarkan sajian kuliner yang memadukan ambience Eropa dan sajian Asia yang beraneka ragam.

Lynne Stockey dan Mer Bryant, dua turis Australia yang kerap berlibur ke Bali menunjuk resto ini sebagai tempat favorit mereka. “Setiap ke Bali kami pasti makan di tempat ini. Makanannya enak. Minggu ini kami sudah tiga kali makan di sini,” ucap Lynne yang menunjuk Warm Sushi Roll sebagai menu favoritnya. Setelah menyelami daftar menu, pandangan kami tertuju pada menu yang menjadi favorit pengunjung resto ini. Saya memulai dengan Garlic Prawn. Tumpukan udang yang dimasak dengan potongan bawang putih ini menebarkan wangi yang semerbak. Lama pemasakan udang pas, sehingga rasa asli udang tidak hilang. Tapi gurih bawang putih bisa merasuk dengan sempurna ke dalam daging. Menu lain yang tidak kalah menarik dan lezat, Indian Chicken Curry. Isinya lengkap. Ada safron rice, dhaal lentil dan naan. Sapukan kuah curry dengan naan dan Anda akan terpesona kelezatannya. Kuah curry tidak terlalu mahteh seperti sajian India pada umumnya yang kuat dengan bumbu rempah. Untuk lebih menikmati curry, campurkan nasi dengan kuah curry dan dhaal.

Sebagai penetralisir mulut, segelas jus stroberi bisa Anda pesan. Atau jika lebih suka yang manis-manis, menu Sweet Delight bolehlah Anda pesan. Ada empat jenis dessert, mulai dari cheese cake, crème brule, chocolate mouse sampai brownies.

Cafe Bali

Jl. Laksmana (Oberoi)

Seminyak

T: (0361) 736 484

Buka : 11.00-23.00

Harga : Rp.20.00-Rp.120.000

Bakmoy

Syahdan, Bakmoy adalah menu yang dihidangkan pada pelayat jika ada keluarga Tionghoa yang meninggal. Praktis, enak dan mengenyangkan. Di rumah gw, tradisi makan bakmoy sudah ada sejak saya masih sangat kecil. Menu ini bisa muncul kapan saja, tidak perlu menunggu tetangga atau teman nyokap yang Tionghoa meninggal. Pengen makan bakmoy, tinggal bilang. Pasti mama dengan sigap memasaknya. Setelah gw besar (bukan ukuran badan, tapi ukuran usia. catet yah!) dan menjadi imigran ke Jakarta, menu ini gw perkenalkan kepada Yani, pembantu yang kini udah naik pangkat jadi asisten pribadi gw.

Tidak perlu waktu banyak, yani sudah bisa menguasai resep leluhur ini. Ya iyalah, secara masak bakmoy mah gampang (resep akan diberikan belakangan ya). Di Jakarta, bakmoy menjadi makanan favorit, setelah soto ayam dan sop jagung. Setelah Ucun pergi ke umrika dan Yani berbagi hari dengan Jo n Meri, menu bakmoy keluarga gw menjadi menu favorit di rumah Jo. "Mas Jo bisa makan bakmoy terus selama seminggu. bakmoynya manis banget. Kecapnya banyak, sampai warnanya hitam," begitu komentar Yani tentang bakmoy versi Jo.

Hampir setahun, Jo menikmati bakmoy buatan Yani. Bahkan waktu pindah ke BSD dan tidak lagi bisa membawa Yani, Jo meminta Yani untuk mentrainning pembantu barunya. Yang pasti, si pembantu harus bisa bikin bakmoy. Gila kan, segitu tergila-gilanya Jo pada bakmoy dan sebegitu dahsyat pengaruh bakmoy pada orang lain, di luar keluarga gw.

Ternyata racun bernama bakmoy yang dimulai dari dapur di jalan golf, bandung sudah mulai merembet ke BSD, dan sekarang virus bakmoy mulai merambat ke rumah Katia. Secara Yani tiga hari seminggu masak di rumah temennya tante linong ini. Pertamanya, Katia terheran-heran (dibaca: sedikit marah) karena Yani membuat masakan yang aneh dan tidak pernah muncul di rumahnya. Siapa sangka, Lala, si bungsu bertubuh montok ini mulai jatuh cinta dengan bakmoy.

So, I wonder, sampai mana virus bakmoy ini akan menjalar? Mungkin suatu saat nanti, bakmoy jadi sajian kuliner khas Indonesia yang bisa meroket. Dan siapa tau gw akan membuka warung bakmoy dengan plang wajah gw nyengir lebar (tanpa pake konde seperti Nyonya Suharti tentunya), dan kalau sampai ada yang bikin duluan sebelum gw dengan konsep ini, berarti dia mencuri ide gw. Halah!! Kayak blog gw populer aja. Eniwei, geer itu lebih baik dari minder toh

Setelah selesai menulis, gw kok jadi ragu untuk menuliskan resep bakmoy. Ha ha ha ha. Berley banget ya. Nggak secupet itu kali isi kepala gw

So....inilah resep the notorious dee dee's bakmoy

Bahan :
Tahu
Ayam
Bawang Putih
Bawang Bombay
Garam dan Merica
Daun bawang dan seledri
Kecap

Cara memasak :
- Potong tahu seukuran dadu, goreng setengah matang
- Godok ayam sampai matang dan empuk
- Potong-potong daging ayam seukuran dadu
- Memarkan bawang putih dan tunggu sampai mengeluarkan wangi. Masukkan tahu dan ayam. Tambahkan kecap dan sedikit kaldu rebusan ayam. Tambahkan kecap manis secukupnya. Masukkan garam dan merica secukupnya. Masak hingga matang
- Panaskan kuah kaldu dan masukkan bawang putih dan gongsoan bawang bombay yang sudah dimemarkan dan diiris tipis ke dalam kuah. Tambahkan garam dan merica secukupnya. Biarkan hingga panas dan masukkan irisan daun dan seledri.
Selesai sudah. Gampangkan.

Cara makannya, masukan nasi ke dalam mangkuk, diikuti dengan osengan ayam dan tahu dan kasih kuah. Tambahin bawang goreng. That's it. Jadilah bakmoy yang sangat terkenal itu. Kalau ternyata Anda mencoba resep saya dan rasanya tidak enak, berarti Anda memang nggak becus masak. Secara gw selalu berhasil. Ha ha ha ha. Pembelaan orang yang mau menang sendiri. Ha ha ha.

Thursday, May 22, 2008

the making of food traveler

Sebelumnya blog yang terkatung-katung tanpa nasib tidak jelas ini berjudul bidadari badung. Kenapa bidadari badung? Sederhana aja menurut bahasa Jawa, nama tengah gw yaitu Hapsari berarti bidadari. yeah apa boleh buat, nyokap gw mengharamkan gw mengganti nama. Tapi bidadari ngga cocok dengan penggambaran karakter gw. Jadi, supaya lebih sesuai dengan karakter gw, maka gw wajib menambahkan kata badung di sampingnya. maka jadilah si bidadari badung blog. Sayangnya, gw tidak punya cukup waktu untuk ngeblog ria karena tekanan pekerjaan sebagai wanita karier..(ini jelas-jelas penggambaran yang berley bin lebay).

Gw baru bisa menulis blog saat gw kembali ke identitas asli gw sebagai words junkie. Di media baru ini gw diminta buat bikin edisi kuliner. Mungkin karena oom kumis (yang sekarang tidak lagi berkumis) melihat gw selalu mupeng dengan makanan enak dan juga karena postur gw yang extra mungil dan selalu heboh kalau ngomongin soal makanan. Maka jadilah gw pengelana mencari makanan-makanan enak. Yah sedikit seperti Anthony Bourdain getho deh. Selama penjelajahan gw ke tempat-tempat makan ini gw selalu ditemani dengan team gelo nan edan yang membuat perjalanan ini menjadi sesuatu yang menyenangkan dan memorable dan rasanya wajib untuk dituangkan ke dalam sebuah blog. Jadi suatu hari kalau gw mulai merasa bosan dan jenuh gw bisa membaca blog ini dan mengenang kembali how fun the journey was.

So.....inilah awal the food traveler blog. Kalau foto di bannernya gw malah bawa gitar dan bukannya bawa baki itu semata-mata karena foto itu satu-satunya yang ada di komputer imel dan karena imel yang membuat banner itu, maka foto itu yang dipake. Fani, si gadis berjilbab yang sangat menikmati makan menyarankan agar blog ini akan lucu jika diberi nama ksatria bergitar blogspot. well.....mungkin kalau gw akhirnya menikah dengan David Cook, blog ini akan gw rubah menjadi Ksatria Bergitar Blogspot. Eniwei.....this is my journey.

Wednesday, May 21, 2008

Spiderwoman

Setelah basah oleh keringat, menghirup bau-bauan tidak jelas, duduk berdampingan dengan ayam dan kambing, akhirnya gw sampai juga di Phom Penh. Sampai di penginapan gw cuma pengen mandi dan ganti baju dan memulai acara jalan-jalan dan berbaur dengan orang lokal. Hari pertama gw diajak makan ke sebuah resto lokal. Don't look down, itu pesen temen saya yang asli orang Kamboja. Tapi dasar darah Indonesia sangat kental, dilarang, saya justru penasaran untuk melihat ke bawah. Senyum saya hilang melihat di bawah meja penuh dengan tissue bekas makan dan tulang-tulang ayam yang bercampur dengan berbagai macam kotoran yang membuat napsu makan saya hilang lenyap walaupun perut saya sudah menjerit-jerit kelaparan setelah terjebak di bis sumpek selama 7 jam. Alhasil, teman saya harus membujuk saya agar mau makan. Akhirnya kelaparan mengalahkan keegoan dan gaya sok iyeh saya. Saya pun melahap ayam yang dimasak hijau itu dengan lahap. Saya lupa tuh kalau di bawah meja kami berceceran kotoran-kotoran yang tidak enak dipandang mata. Menurut teman saya itu, orang Kamboja memang punya kebiasaan membuang makanan kotor dan bekas-bekas tissue ke bawah meja.

Well saya pikir warung makan di kantor saya udah yang paling alakadarnya. Ternyata di Phom Penh ada warung yang lebih edan lagi. Terlepas dari kejorokan itu, makanannya top banget. Untuk pencuci mulut teman saya membawa durian berwarna kuning dengan daging yang tebal. Setelah kenyang, kami nongkrong di pinggir jalan sambil ngobrol-ngobrol soal perkembangan Kamboja belakangan ini, diiringi dengan musik dangdut Khmer yang lucu banget kedengerannya. Ada juga sih orang lokal yang jejogedan dengan lagu aneh itu. Gw sih ketawa ketiwi aja ngeliatin gaya yang aneh itu. Nggak lama ada ibu-ibu yang jualan ngebawa tampah dan dia ngomong sama temen gw itu dengan bahasa Khmer yang kedengerannya seperti ratusan lebah yang mau menyerang orang. Temen gw melihat ke arah gw dengan muka antusias. "Do u want to try the real taste of Cambodia?"

"What do u mean by real taste of Cambodia?" gw balik tanya. Gw langsung loncat dari kursi pas temen gw itu menunjukkan kudapan khas Kamboja. Belalang, laba-laba, kecoa dan kaki seribu. What the hell????????????????????????????? Makan Belalang jelas gw nggak mau karena gw kan bukan Yohanes Pembaptis. Makan kecoa? Wah edan loe ya? Tiap ngeliat kecoa aja gw bawaannya mau ngebunuh kok. Masak gw makan. Lagian loe tau dong kecoa mainnya di mana? Yaikssssss. Kaki seribu juga nggak mungkin gw sentuh. Ngeliatnya aja gw pengen ambil langkah seribu alias lari tunggang langgang. Jadi satu-satunya pilihan buat gw cuma si Spider itu. Nggak ada pilihan lain buat gw. Sebagai pendatang, saya wajib melakukan ini. Mencoba makanan khas. Aduh kok jadi kayak ikutan fear factor ya. Melihat wajah gw yang pucat pasi dan depresi temen gw berusaha membesarkan hati. "Spider taste so good u know. Almost like chicken," ucap temen gw itu berusaha meyakinkan. Setelah menarik nafas panjang gw mengambil spider itu dari tampah dan memotong bagian kaki dan kepala, sesuai dengan petunjuk teman gw itu. Menurut dia, bagian perutnya yang monthok itu adalah bagaian terenak.

Dengan memejamkan mata, gw menggigit perut laba-laba itu dengan cepat. Gw merasa ada sedikit cairan yang keluar dan gw berusaha buat tidak merasakan apa-apa dan menekan gigi gue semakin dalam sampai memotong bagian perut laba-laba dan langsung mengunyah dengan cepat. Guess what? I kind of like the taste of the spider. Rasanya gurih dan lembut. Ngga amis dan teman saya itu benar. Rasanya seperti ayam, jauh lebih enak dari ayam malah. Malam itu saya menghabiskan dua ekor laba-laba dan saya pun ditahbiskan sebagai Spiderwoman. Hey, Stan Lee.....when u are going to make a movie about me? Gila loe, masak loe nggak mau memfilmkan wanita yang mengakhiri hidup tokoh superhero kesayangan loe si Spiderman yang ternyata cuma segitu aja? Spiderman....nggak takut ah. Saya makan dua!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!