Setelah basah oleh keringat, menghirup bau-bauan tidak jelas, duduk berdampingan dengan ayam dan kambing, akhirnya gw sampai juga di Phom Penh. Sampai di penginapan gw cuma pengen mandi dan ganti baju dan memulai acara jalan-jalan dan berbaur dengan orang lokal. Hari pertama gw diajak makan ke sebuah resto lokal. Don't look down, itu pesen temen saya yang asli orang Kamboja. Tapi dasar darah Indonesia sangat kental, dilarang, saya justru penasaran untuk melihat ke bawah. Senyum saya hilang melihat di bawah meja penuh dengan tissue bekas makan dan tulang-tulang ayam yang bercampur dengan berbagai macam kotoran yang membuat napsu makan saya hilang lenyap walaupun perut saya sudah menjerit-jerit kelaparan setelah terjebak di bis sumpek selama 7 jam. Alhasil, teman saya harus membujuk saya agar mau makan. Akhirnya kelaparan mengalahkan keegoan dan gaya sok iyeh saya. Saya pun melahap ayam yang dimasak hijau itu dengan lahap. Saya lupa tuh kalau di bawah meja kami berceceran kotoran-kotoran yang tidak enak dipandang mata. Menurut teman saya itu, orang Kamboja memang punya kebiasaan membuang makanan kotor dan bekas-bekas tissue ke bawah meja.
Well saya pikir warung makan di kantor saya udah yang paling alakadarnya. Ternyata di Phom Penh ada warung yang lebih edan lagi. Terlepas dari kejorokan itu, makanannya top banget. Untuk pencuci mulut teman saya membawa durian berwarna kuning dengan daging yang tebal. Setelah kenyang, kami nongkrong di pinggir jalan sambil ngobrol-ngobrol soal perkembangan Kamboja belakangan ini, diiringi dengan musik dangdut Khmer yang lucu banget kedengerannya. Ada juga sih orang lokal yang jejogedan dengan lagu aneh itu. Gw sih ketawa ketiwi aja ngeliatin gaya yang aneh itu. Nggak lama ada ibu-ibu yang jualan ngebawa tampah dan dia ngomong sama temen gw itu dengan bahasa Khmer yang kedengerannya seperti ratusan lebah yang mau menyerang orang. Temen gw melihat ke arah gw dengan muka antusias. "Do u want to try the real taste of Cambodia?"
"What do u mean by real taste of Cambodia?" gw balik tanya. Gw langsung loncat dari kursi pas temen gw itu menunjukkan kudapan khas Kamboja. Belalang, laba-laba, kecoa dan kaki seribu. What the hell????????????????????????????? Makan Belalang jelas gw nggak mau karena gw kan bukan Yohanes Pembaptis. Makan kecoa? Wah edan loe ya? Tiap ngeliat kecoa aja gw bawaannya mau ngebunuh kok. Masak gw makan. Lagian loe tau dong kecoa mainnya di mana? Yaikssssss. Kaki seribu juga nggak mungkin gw sentuh. Ngeliatnya aja gw pengen ambil langkah seribu alias lari tunggang langgang. Jadi satu-satunya pilihan buat gw cuma si Spider itu. Nggak ada pilihan lain buat gw. Sebagai pendatang, saya wajib melakukan ini. Mencoba makanan khas. Aduh kok jadi kayak ikutan fear factor ya. Melihat wajah gw yang pucat pasi dan depresi temen gw berusaha membesarkan hati. "Spider taste so good u know. Almost like chicken," ucap temen gw itu berusaha meyakinkan. Setelah menarik nafas panjang gw mengambil spider itu dari tampah dan memotong bagian kaki dan kepala, sesuai dengan petunjuk teman gw itu. Menurut dia, bagian perutnya yang monthok itu adalah bagaian terenak.
Dengan memejamkan mata, gw menggigit perut laba-laba itu dengan cepat. Gw merasa ada sedikit cairan yang keluar dan gw berusaha buat tidak merasakan apa-apa dan menekan gigi gue semakin dalam sampai memotong bagian perut laba-laba dan langsung mengunyah dengan cepat. Guess what? I kind of like the taste of the spider. Rasanya gurih dan lembut. Ngga amis dan teman saya itu benar. Rasanya seperti ayam, jauh lebih enak dari ayam malah. Malam itu saya menghabiskan dua ekor laba-laba dan saya pun ditahbiskan sebagai Spiderwoman. Hey, Stan Lee.....when u are going to make a movie about me? Gila loe, masak loe nggak mau memfilmkan wanita yang mengakhiri hidup tokoh superhero kesayangan loe si Spiderman yang ternyata cuma segitu aja? Spiderman....nggak takut ah. Saya makan dua!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
No comments:
Post a Comment