Dipenghujung 2010, saya dan Miss Xanaxwati berencana merayakan ulang tahun tante linong di Singapura. Kebetulan Air Asia mengeluarkan tiket murah. Tiket sudah ditangan dan itinerary yang terdiri dari nongkrong, dugem dan shopping tiada henti sudah dipersiapkan.
Menjelang hari keberangkatan, yang berulang tahun harus kembali ke Papua tempatnya bekerja dan rencana awal gatot alias gagal total. Tapi saya dan Miss Xanaxwati memutuskan kami pantang mati gaya. Itinerary berubah total, dan mendadak banyak titipan, termasuk bertemu dengan salah seorang kontributor majalah tempat sahabat saya bekerja. Kami si kontributor bekerja di Singapura,pertemuan dijadwalkan sore hari, kurang lebih jam setengah enam sore. “Saya tunggu di Blue Jazz ya,” tulis si kontributor itu. Sahabat saya menoleh dengan
bingung kearah saya. “Blue Jazz di mana sih?” tanyanya dengan kening berkerut.
Saya buru-buru menggelengkan kepala. Kalau tanya hawker center, saya pasti bisa
menjawab. Tapi kalau cafe, saya langsung angkat tangan. Hanya beberapa kafe di
Singapura yang saya tahu benar. Kami sibuk mencari sampai akhirnya si
kontributor kasian dan kami bertemu di tempat lain dan setelah ditraktir makan
malam kami pulang dan melewati Blue Jazz kafe. Begitu saya melihat tempatnya,
saya langsung pengen mampir. Tapi sudah jam 10 malam. Akhirnya saya memutuskan
besok malam, sebelum pulang ke Jakarta, saya mau ke sini dulu.
menjawab. Tapi kalau cafe, saya langsung angkat tangan. Hanya beberapa kafe di
Singapura yang saya tahu benar. Kami sibuk mencari sampai akhirnya si
kontributor kasian dan kami bertemu di tempat lain dan setelah ditraktir makan
malam kami pulang dan melewati Blue Jazz kafe. Begitu saya melihat tempatnya,
saya langsung pengen mampir. Tapi sudah jam 10 malam. Akhirnya saya memutuskan
besok malam, sebelum pulang ke Jakarta, saya mau ke sini dulu.
Eh, ternyata boro-boro mampir, yang ada kami tergopoh-gopoh ke bandara karena takut
terlambat. Akibat belanja yang tiada terkontrol, koper beranak pinak dan kami
harus mengatur agar tidak kelebihan bagasi. Mimpi saya untuk bisa nongkrong dan
cuci mata di Blue Jazz langsung pupus. Empat bulan kemudian saya baru bisa
mampir ke tempat ini. Kali ini saya sudah siap. Dandan yang manis. Pakai parfum
yang top abis dan sepatu yang membuat semua mata menoleh. Tampil gorjes wajib
hukumnya. Secara kafe ini tempat ngumpulnya ekspatriat dan eksekutif muda yang
menikmati beer atau wine seusaingantor.
terlambat. Akibat belanja yang tiada terkontrol, koper beranak pinak dan kami
harus mengatur agar tidak kelebihan bagasi. Mimpi saya untuk bisa nongkrong dan
cuci mata di Blue Jazz langsung pupus. Empat bulan kemudian saya baru bisa
mampir ke tempat ini. Kali ini saya sudah siap. Dandan yang manis. Pakai parfum
yang top abis dan sepatu yang membuat semua mata menoleh. Tampil gorjes wajib
hukumnya. Secara kafe ini tempat ngumpulnya ekspatriat dan eksekutif muda yang
menikmati beer atau wine seusaingantor.
Yah, namanya juga jomblo gembira toh. Harus usaha. Siapa tahu bertemu oranng yang sudah meminjamkan rusuknya padaku. Jiahhhhhhhhhh. Seriously, selain enak buat dijadiin tempat perngecengan (kata-kata ini terlalu jadul nggak ya?) suasananya juga enak. Tamu biasanya memenuhi bagian luar kafe sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Suasana yang nyaman inilah yang membuat saya kembali lagi ke kafe ini. Semata-mata untuk menikmati suasana. Bukan karena makanannya.
Saya lebih suka duduk sambil menyesap segelas cocktail dengan ditemani calamari atau chicken wings. Tempatnya sudah terlalu nyaman. Begitu juga dengan crowd-nya.Karena saya yakin, sebagian besar orang yang datang kemari karena ingin menikmati suasana.
Blu Jazz
11 Bali Lane, Arab Street
Jam Operasional
: 13.00-24.00
Harga : 5-30 SGD
No comments:
Post a Comment