Thursday, October 22, 2009

Ngalong di Bandung




Sebagai orang Bandung asli (walaupun bukan orang Sunda, gw merasa bahwa gw adalah orang Bandung sejati. Lahir dan besar di Bandung getho lho!) yang tidak perlu pakai GPS, beli peta atau naik turun mobil buat tanya2 sama tukang beca atau tukang parkir, gw merasa seperti berada di surga kalau pulang ke Bandung. Terlepas dari jalanan yang makin macet dan udara yang makin panas, Bandung paling enak buat menikmati makanan enak, terutama di malam hari. Rasanya hanya di Bandung, orang rela keluyuran tengah malam hanya buat makan perkedel. Mama saya dijamin bakal nolak mentah2 kalau harus bangun dari kasur dan pergi buat makan perkedel apalagi yang lokasinya di stasiun angkot. It's a big no no for her. Tapi buat gw, it's big yes yes. Apalagi kalau jalan bersama gerombolan edan. Makan di mana dan kapan saja yang penting enak. That's our principe. Perkedel yang gw omongin ini namanya Perkedel Bondon kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris jadi Fried Mashed Bitch Potato. Ha ha ha. Keren kan namanya.

Nama sensasional ini muncul karena perkedel mulai digoreng jam 11 malam. Bertepatan dengan para bondon (aka call girl) beroperasi mencari nafkah. Penjual perkedel bondon ini cuma satu, yaitu di stasiun angkot yang ada di belakang stasiun kereta api lama, tepatnya di warteg M. Yunus. Saya dan temen-temen mulai menjadi pelanggan Perkedel Bondon ini sejak kuliah. Kalau diitung-itung sih udah 10 taunan deh. Cukup lama untuk menunjukkan kesetiaan dan konsistensi kualitas makanan ini. Dulu, kami nggak perlu mengantre panjang pakai nomor segala. Cukup pesan dan makan di tempat ditemani kopi panas. Tapi sekarang, harus antre dan menunggu minimal 15 menit untuk ini. Harganya juga mulai meningkat. Dulu satu perkedel cuma 250-300 rupiah. Tapi sekarang,harganya sudah 800 rupiah aja. Well, it because of inflation lah ya. Kalau ditanya apa yang gw suka dari perkedel ini yang bisa membuat gw rela kelayapan di tengah malam, mungkin karena sensasinya ya. Rasa memang enak. Gurih dan renyah, apalagi kalau ditambah cocolan sambal. Dimakan saat panas paling dahsyat. Mungkin ini sensasi ini yang membuat saya betah begadang hanya demi perkedel, or maybe because i'm such a food lover or I just can't get enough of food. Well, i guess those who knows me will vote for the last statement. I just can't get enough of food. Ha ha ha ha.

Dua tahun belakangan ini, tempat nyari makanan tengah malam di Bandung makin bertambah. Pilihannya juga beraneka ragam. Kalau bosen sama Nasi Goreng di depan kantor PR di Asia Afrika atau Pisang bakar dan jagung bakar di Dago, boleh deh nyobain makanan favorit saya, Nasi Kalong yang ada di jalan Riau, disamping gereja HKBP Riau. Ada alasan utama kenapa saya suka dengan Nasi Kalong. Rasanya enak dan harganya murah. Selain itu, penggarapannya cukup sehat, apalagi oseng buncisnya. Beda dengan oseng buncis di tempat lain. Ada aroma asap dan rasa madu tapi yang tidak terlalu legit. Lauk favorit saya ayam madu, tempe pedes dan rolade. Nulis ini aja udah langsung bikin ngiler. Jadi makin nggak sabar pulang ke Bandung deh.

No comments: