Lokasinya tidak jauh dari Bukit Bintang. Siang hari, ketika melewati resto ini, kesannya biasa saja. Dua kali lewat, dua kali juga mata tidak tertarik untuk berhenti dan mampir. Tapi suasana yang berbeda terasa di malam hari. Teras resto terlihat romantis dengan penerangan yang minim. Pendaran cahaya seperti mengundang untuk datang. Nyaris saja panggilan itu diabaikan. Perut sudah terasa sangat kenyang dan rasanya sudah tidak ada ruang yang kosong untuk mencoba makanan di sini. Baru sepuluh menit lalu perut ini diisi dengan makanan khas Peranakan yang disajikan di restoran yang berjarak tak sampai 50 meter dari restoran Vietnam ini. Satu piring penuh nasi sudah dihabiskan. Ditambah lauk pauk yang sudah membuat langkah jadi berat. Tapi pesona Saonam terasa begitu kuat memanggil. Biasanya kalau rasa penasaran yang menggerogoti begitu besar, ada sesuatu yang istimewa di sini.
Melangkah melewati patio mungil ada sedikit rasa minder. Tidak ada satu pun tamu Asia di sini. Semuanya ekspatriat. Walau dandanan mereka tidak glamour, tetap saja lebih decent dari kami yang sudah seharian keliling kota. Muka lecek dan berminyak, rambut lepek dan baju kusut. Tapi sehancur apa pun penampilan kami, pelayan menyapa kami dengan ramah. Begitu juga sang pemilik resto yang duduk di salah satu meja sambil menyesap red wine. Suasana Paris kuno terasa saat kami masuk ke bagian dalam restoran yang dilengkapi AC. Inilah noraknya orang Asia. Lebih memilih dekat AC ketimbang di ruangan al fresco. Masih dalam keadaan kekenyangan, lembaran demi lembaran menu dilewati tanpa minat. Makanan bergambar indah itu tidak lagi mengundang selera, sampai akhirnya salah seorang pelayan bersuara. “Mbak orang Indonesia ya? Saya juga. Saya dari Jogja,” ungkap gadis berkucir kuda itu dengan wajah ceria. Kami spontan menganggung. Jawaban ini membuat senyumnya makin lebar. Dan mendadak kami dikelilingi pelayan lain yang ternyata semuanya orang Indonesia.
Melihat kami sedikit kehilangan minat, gadis berkucir kuda ini menawarkan bantuannya. “Kalau Mbak masih kenyang, mending coba Mangosteen Salad. Ini menu andalan kami. Mbak harus coba. Semua tamu kami suka,” ucapnya bersemangat. Tak ingin mengecewakan dan tertular antusiasnya, kami pun mencoba Mangosteen Salad. Tampilannya cantik. Buah manggis tertutup kacang dan udang rebus berwarna merah cantik. Plus ada kerupuk udangnya. Makan saladnya harus sama kerupuk biar kerasa enaknya. Rasanya sangat Vietnam sekali. Asam, manis dan gurih. Tapi jujur, saat mulai mencicipi salad ini, perut yang tadinya begah kekenyangan mendadak ringan. Makanan enak tetap saja enak, tidak peduli sekenyang apa pun perut kami. Sepiring Magosteen Salad itu pun ludes sampai tidak ada yang tersisa. Menu wajib dipesan kalau mampir ke Saonam. Makanan khas Vietnam di sini juga tidak kalah enak. Berbagai jenis Pho-nya begitu original. Kokinya pun diimpor langsung dari Ho Chi Minh City. Bahan dasar dan bumbu masih diimpor dari Vietnam untuk menjaga orisinalitas rasa makananya. Begitu yang diceritakan sang pemilik yang merupakan salah seorang petinggi di perusahaan periklanan di Kuala Lumpur.
25 Tengkat Tong Shin, Kuala Lumpur
T : (03) 21441225
Jam Operasional : 11.00-14.00, 17.00-23.00
Harga : 20-50 RM
No comments:
Post a Comment